
Meskipun terlihat mudah, Hendra mengingatkan bahwa ada strategi khusus dalam membuat konten agar bisa efektif di TikTok dan Shopee.
Salah satunya adalah dengan mempersiapkan konten yang versatile dan tidak terlalu spesifik pada salah satu platform.
Hal ini termasuk dalam melakukan “call to action” (CTA) atau ajakan bertindak kepada penonton.
Hendra mencontohkan, alih-alih menyebutkan “cek keranjang kuning” yang identik dengan TikTok, ia lebih memilih menggunakan CTA yang lebih netral seperti “cek keranjang di bawah” atau sambil menunjuk ke arah keranjang produk. Dengan cara ini, video akan tetap relevan dan aman diunggah di Shopee yang memiliki istilah “keranjang oren”.
Selain CTA, Hendra juga menekankan pentingnya untuk tidak mengunggah video yang memiliki jejak atau identitas platform tertentu.
Contohnya, video yang menampilkan balasan komentar dari pengguna TikTok dengan username-nya sebaiknya tidak diunggah di Shopee karena bisa dianggap pelanggaran. Shopee cenderung tidak menyukai video yang terasosiasi dengan platform lain.
Kesalahan lain yang sering dilakukan adalah langsung mengunduh video dari TikTok dan mengunggahnya ke Shopee.
Hendra sangat tidak menyarankan praktik ini karena metadata video kemungkinan akan menyimpan informasi bahwa video tersebut diproduksi di TikTok.
Solusinya, Hendra menyarankan untuk mengedit video menggunakan aplikasi seperti CapCut. Hasil editan dari CapCut kemudian diunggah ke TikTok, Shopee, Facebook, dan YouTube. Dengan cara ini, metadata video akan bersih dan terdeteksi sebagai hasil editan yang orisinal, sehingga mengurangi risiko pelanggaran di berbagai platform.
Hendra juga menjelaskan perbedaan karakteristik antara TikTok dan Shopee dalam hal penemuan konten.