
Ketertarikan Amerika Serikat terhadap Greenland bukanlah isu baru. Sejak kunjungan pribadi Donald Trump Jr. ke pulau yang kaya akan sumber daya mineral tersebut pada bulan Januari sebelumnya, mantan Presiden Trump secara terbuka mengungkapkan keinginannya untuk mencaplok Greenland.
Ia bahkan mendorong penduduk Greenland untuk bergabung dengan Amerika Serikat. Namun, gagasan ini mendapat penolakan keras dari mayoritas penduduk Greenland.
Berbagai jajak pendapat menunjukkan bahwa hampir seluruh penduduk Greenland menentang gagasan untuk menjadi bagian dari Amerika Serikat.
Bahkan, baru-baru ini terjadi beberapa demonstrasi anti-Amerika terbesar dalam sejarah Greenland sebagai bentuk penolakan terhadap potensi aneksasi. Protes serupa juga telah direncanakan sehubungan dengan kunjungan delegasi AS yang baru ini.
Karsten Honge, seorang anggota parlemen Denmark di Kopenhagen, menilai bahwa keputusan Amerika Serikat untuk tidak mengunjungi perlombaan kereta luncur anjing di kota Sisimiut, serta membatalkan perjalanan ke ibukota Nuuk, kemungkinan besar dilakukan karena adanya tekanan dan potensi penolakan dari masyarakat Greenland.
Ia menduga bahwa kehadiran delegasi AS di tempat-tempat tersebut akan disambut dengan demonstrasi besar-besaran.
Penjabat kepala pemerintahan Greenland, Mute Egede, bahkan menyebut rencana kunjungan awal tersebut sebagai sebuah tindakan “provokasi”.
Hal ini dikarenakan kunjungan tersebut bertepatan dengan momen penting di Greenland, yaitu pembicaraan koalisi pemerintah setelah pemilihan parlemen yang baru saja berlangsung, serta persiapan pemilihan kota yang akan diadakan pada minggu berikutnya. Situasi politik yang sensitif ini membuat kunjungan delegasi asing menjadi lebih diperhatikan.