Sengketa Greenland Memanas! AS Batalkan Kunjungan Kontroversial Picu Ketegangan Denmark?

Greenland menjadi lokasi penting untuk sistem peringatan dini rudal AS

BERITATERBERITA – Sebuah babak baru dalam sengketa Greenland kembali mencuat setelah Amerika Serikat memutuskan untuk membatasi rencana kunjungan ke pulau tersebut. Keputusan ini diambil di tengah meningkatnya ketegangan antara Kopenhagen dan Gedung Putih, yang dipicu oleh mantan Presiden Donald Trump tertarik untuk mengakuisisi wilayah otonom Denmark tersebut.

Perdana Menteri Denmark sebelumnya telah menyampaikan kekhawatirannya terkait rencana kunjungan yang dianggap sebagai bentuk tekanan yang tidak dapat diterima.

Rencana awal kunjungan melibatkan Usha Vance, istri dari Wakil Presiden AS J.D. Vance, yang dijadwalkan menghadiri perlombaan kereta luncur anjing yang populer di Greenland pada minggu ini.

Namun, pemerintah Denmark merasa bahwa kunjungan semacam itu merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan wilayahnya. Gedung Putih kemudian mengumumkan perubahan rencana kunjungan tersebut.

Delegasi AS kini akan dipimpin langsung oleh J.D. Vance. Namun, fokus kunjungan hanya akan tertuju pada Pangkalan Antariksa AS di Pituffik, yang terletak di Greenland bagian utara.

Rencana untuk menghadiri perlombaan kereta luncur anjing, yang merupakan acara olahraga tahunan yang besar dan menjadi bagian penting dari budaya lokal, dibatalkan. Keputusan ini disambut baik oleh pihak Denmark.

Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Lokke Rasmussen, menyampaikan apresiasinya terhadap perubahan rencana kunjungan tersebut. Ia menyatakan kepada penyiar DR bahwa pembatalan kunjungan ke masyarakat Greenland merupakan hal yang sangat positif.

Menurutnya, kunjungan ke pangkalan militer AS di Pituffik tidak menjadi masalah bagi Denmark. Pernyataan ini menunjukkan adanya upaya untuk meredakan ketegangan diplomatik yang sempat memanas.

Ketertarikan Amerika Serikat terhadap Greenland bukanlah isu baru. Sejak kunjungan pribadi Donald Trump Jr. ke pulau yang kaya akan sumber daya mineral tersebut pada bulan Januari sebelumnya, mantan Presiden Trump secara terbuka mengungkapkan keinginannya untuk mencaplok Greenland.

Ia bahkan mendorong penduduk Greenland untuk bergabung dengan Amerika Serikat. Namun, gagasan ini mendapat penolakan keras dari mayoritas penduduk Greenland.

Berbagai jajak pendapat menunjukkan bahwa hampir seluruh penduduk Greenland menentang gagasan untuk menjadi bagian dari Amerika Serikat.

Bahkan, baru-baru ini terjadi beberapa demonstrasi anti-Amerika terbesar dalam sejarah Greenland sebagai bentuk penolakan terhadap potensi aneksasi. Protes serupa juga telah direncanakan sehubungan dengan kunjungan delegasi AS yang baru ini.

Karsten Honge, seorang anggota parlemen Denmark di Kopenhagen, menilai bahwa keputusan Amerika Serikat untuk tidak mengunjungi perlombaan kereta luncur anjing di kota Sisimiut, serta membatalkan perjalanan ke ibukota Nuuk, kemungkinan besar dilakukan karena adanya tekanan dan potensi penolakan dari masyarakat Greenland.

Ia menduga bahwa kehadiran delegasi AS di tempat-tempat tersebut akan disambut dengan demonstrasi besar-besaran.

Penjabat kepala pemerintahan Greenland, Mute Egede, bahkan menyebut rencana kunjungan awal tersebut sebagai sebuah tindakan “provokasi”.

Hal ini dikarenakan kunjungan tersebut bertepatan dengan momen penting di Greenland, yaitu pembicaraan koalisi pemerintah setelah pemilihan parlemen yang baru saja berlangsung, serta persiapan pemilihan kota yang akan diadakan pada minggu berikutnya. Situasi politik yang sensitif ini membuat kunjungan delegasi asing menjadi lebih diperhatikan.

Brian Hughes, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, mencoba meredakan ketegangan dengan menyatakan bahwa tujuan delegasi AS adalah untuk “belajar tentang Greenland, budaya, sejarah, dan masyarakatnya.” Namun, pernyataan ini tampaknya tidak sepenuhnya meyakinkan pihak Denmark dan Greenland, mengingat sejarah ketertarikan AS untuk mengambil alih pulau tersebut.

Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, juga membantah anggapan bahwa kunjungan yang direncanakan tersebut merupakan kunjungan pribadi yang tidak melibatkan perwakilan resmi.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pemerintah Denmark menganggap serius setiap interaksi antara pejabat AS dan Greenland, terutama dalam konteks sensitif seperti saat ini. Sengketa Greenland ini menjadi ujian bagi hubungan diplomatik antara kedua negara.

Sengketa Greenland sendiri memiliki akar sejarah yang panjang. Amerika Serikat telah lama menunjukkan minat strategis terhadap pulau tersebut, terutama karena lokasinya yang penting secara geopolitik dan potensi sumber daya alamnya yang melimpah.

Pada masa Perang Dingin, Greenland menjadi lokasi penting untuk sistem peringatan dini rudal AS. Minat ini kembali menguat seiring dengan perubahan iklim yang membuka akses lebih besar ke sumber daya alam di kawasan Arktik.

Meskipun demikian, Denmark sebagai negara yang berdaulat atas Greenland, dan mayoritas penduduk Greenland sendiri, dengan tegas menolak segala bentuk upaya aneksasi atau tekanan politik dari pihak asing.

Mereka mempertahankan identitas dan otonomi mereka, serta ingin menentukan masa depan mereka sendiri. Keputusan Amerika Serikat untuk membatasi kunjungan kali ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menghormati kedaulatan Denmark dan meredakan potensi konflik yang lebih besar.

Namun, isu mengenai status Greenland dan potensi pengaruh asing di kawasan Arktik diperkirakan akan terus menjadi perhatian di masa depan. Perubahan iklim, persaingan geopolitik antara kekuatan-kekuatan besar, dan potensi eksploitasi sumber daya alam akan terus memainkan peran dalam dinamika hubungan antara Amerika Serikat, Denmark, dan Greenland. (Red)

Rekomendasi