Kerja di Luar Negeri: Impian atau Mimpi Buruk? Ini Faktanya

Kerja di Luar Negeri Impian atau Mimpi Buruk (Foto: Ist)

BERITATERBERITA – Gaji besar, pengalaman baru, dan hidup yang lebih nyaman seringkali menjadi daya tarik utama bagi mereka yang ingin bekerja di luar negeri.

Memang ada benarnya, namun realitasnya tidak selalu semanis bayangan.

Jika semua orang bisa dengan mudah meraih kesuksesan di mancanegara, tentu banyak yang sudah memilih opsi tersebut.

Nyatanya, ada sisi gelap kehidupan di luar negeri yang jarang terungkap, terutama dari para influencer yang seringkali hanya menampilkan gemerlapnya saja.

Bagi Anda yang tengah mempertimbangkan untuk “kabur aja dulu,” video dari kanal YouTube “kelas kehidupan by 1%” ini wajib ditonton hingga usai.

Tagar “kabur aja dulu” belakangan ini memang sedang menjadi tren, seiring dengan kabar Jepang yang semakin membuka diri terhadap tenaga kerja asing akibat penurunan populasi yang signifikan.

Namun, perpindahan ke negara lain untuk bekerja bukanlah tanpa tantangan.

Salah satu pengalaman pahit yang dibagikan dalam video tersebut adalah mengenai perbedaan jam kerja yang sangat mencolok.

Datang ke Jepang larut malam, keesokan harinya langsung dihadapkan pada tuntutan kerja yang dimulai sejak dini hari.

Jam kerja yang panjang dan melelahkan bisa menjadi kejutan budaya (culture shock) tersendiri.

Selain jam kerja, perbedaan budaya dalam hal makanan, cara berkomunikasi, aturan hidup, keyakinan, dan banyak aspek lainnya juga dapat menimbulkan culture shock.

Hal ini bisa membuat seseorang merasa bingung dan terasingkan.

Terdapat setidaknya sepuluh aspek culture shock yang umumnya dialami oleh pekerja asing, dan minimal enam di antaranya pasti dirasakan oleh pekerja dari Indonesia.

Tidak jarang, culture shock ini memicu rasa kesepian dan rindu kampung halaman (homesick).

Bahkan, ada yang berpendapat bahwa sebesar apapun gaji di luar negeri, orang Indonesia akan tetap merasa sebagai “orang asing” dan suatu saat akan merindukan untuk kembali ke tanah air.

Untuk mengatasi homesick, salah satu cara yang dibagikan adalah dengan menyibukkan diri.

Menetapkan target-target baru, seperti meningkatkan kemampuan bahasa atau mengambil sertifikasi keahlian, dapat membantu mengalihkan pikiran dari rasa rindu.

Faktanya, rasa kesepian tidak hanya dialami oleh pekerja di luar negeri.

Di kota-kota besar di Indonesia pun, banyak pekerja yang merasa kesepian akibat gaya hidup individualistis dan ritme kehidupan yang serba cepat.

Sebuah riset menunjukkan bahwa mayoritas pekerja profesional merasa kesepian di tempat kerja mereka.

Bagi mereka yang beruntung mendapatkan pekerjaan di luar negeri, gaji bersih yang diterima setelah berbagai potongan mungkin terlihat menggiurkan.

Namun, setelah dikurangi pajak dan biaya hidup, belum tentu seseorang bisa menabung banyak. Gaya hidup hemat tetap perlu diterapkan.

Di banyak negara maju, termasuk Jepang, Malaysia, Singapura, Australia, dan Jerman, biaya hidup mungkin relatif tinggi, namun tingkat kesenjangan pendapatan (Gini Ratio) cenderung lebih rendah.

Artinya, perbedaan gaji antara berbagai jenis pekerjaan tidak terlalu signifikan, sehingga peluang untuk menabung tetap ada.

Sayangnya, kehidupan di negara orang saat ini juga diwarnai oleh sentimen negatif terhadap imigran baru, terutama terhadap umat Muslim.

Mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, hal ini menjadi perhatian tersendiri. Diskriminasi dan perlakuan tidak menyenangkan mungkin saja terjadi.

Meskipun rasisme di tempat kerja mungkin jarang terjadi karena adanya regulasi yang melindungi pekerja, diskriminasi dalam bentuk lain, seperti beban kerja yang lebih berat atau perlakuan yang berbeda, masih bisa dialami.

Penting untuk mengetahui mekanisme pelaporan jika mengalami hal tersebut.

Fakta yang cukup mengkhawatirkan adalah meningkatnya diskriminasi terhadap Muslim di Eropa.

Sentimen politik sayap kanan yang semakin kuat di berbagai negara juga turut memicu seruan agar para imigran Muslim kembali ke negara asal mereka, meskipun banyak di antara mereka yang sudah menjadi warga negara.

Selain itu, ada berbagai risiko lain yang perlu dipertimbangkan saat bekerja di luar negeri, seperti bencana alam, perubahan kebijakan imigrasi, dan ketidakpastian ekonomi global.

Itulah sebabnya, bekerja di luar negeri bukanlah pilihan yang tepat untuk semua orang.

Bagi mereka yang mudah menyerah, tidak kuat mental, atau memiliki tanggung jawab keluarga yang besar di tanah air, bekerja di luar negeri mungkin bukanlah opsi terbaik.

Namun, jangan khawatir, masih banyak cara untuk berkembang dan sukses tanpa harus meninggalkan Indonesia.

“kelas kehidupan by 1%” memberikan beberapa alternatif untuk meraih kesuksesan di Indonesia.

Salah satunya adalah dengan terus mengembangkan diri dan menguasai teknologi terbaru.

Di era digital ini, peluang kerja di Indonesia masih sangat terbuka bagi mereka yang memiliki keahlian yang relevan.

Tantangan terbesar mungkin terletak pada ketatnya persaingan dan tingkat gaji yang relatif lebih rendah.

Maka, penting untuk mencari bidang pekerjaan dengan persaingan yang lebih sedikit namun menawarkan gaji yang lebih tinggi.

Menguasai teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi kerja juga menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang.

Video ini juga membahas mengenai berbagai tipe karyawan, mulai dari yang kurang produktif hingga yang menjadi aset berharga bagi perusahaan.

Untuk meraih kesuksesan, penting untuk terus belajar, mengembangkan kemampuan problem-solving dan sistem thinking, serta memanfaatkan berbagai tools dan teknologi yang tersedia, seperti platform Odoo.

Odoo adalah sebuah platform bisnis modern yang menawarkan berbagai fitur terintegrasi untuk mengelola berbagai aspek bisnis, mulai dari website, e-commerce, keuangan, penjualan, hingga sumber daya manusia.

Setelah menguasai platform seperti Odoo, Anda dapat meningkatkan efisiensi kerja dan membuka peluang karir yang lebih baik di Indonesia.

“kelas kehidupan by 1%” mengajak para penontonnya untuk mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan untuk bekerja di luar negeri.

Meski menawarkan berbagai keuntungan, tantangan dan risiko yang dihadapi juga tidak sedikit.

Bagi Saya, Anda dan Kita yang memilih untuk tetap di Indonesia, teruslah beradaptasi, berkembang, dan manfaatkan teknologi untuk meraih kesuksesan. (Red)

Rekomendasi