
Kapten Dahlan tidak kalah sigap. Ia menempatkan anggotanya di setiap pintu masuk area salat untuk memeriksa setiap individu yang hendak bergabung dalam ibadah.
Pengamanan berlapis ini diharapkan mampu mencegah segala potensi ancaman terhadap keselamatan presiden.
Namun, di tengah khusyuknya ibadah, saat salat memasuki rakaat kedua, sebuah kejadian tak terduga dan mengerikan terjadi.
Seorang laki-laki yang membawa pistol tiba-tiba berdiri dan meneriakkan takbir, “Allahu Akbar!”
Suasana khidmat seketika berubah menjadi mencekam.
Lelaki tersebut langsung mengarahkan moncong pistolnya ke arah barisan terdepan, tempat Mangil dan wakilnya berdiri melindungi Bung Karno.
Tanpa ragu, penyerang melepaskan tembakan, melesatkan timah panas ke arah presiden. Namun, kesigapan para pengawal istana sungguh luar biasa.
Mangil dan wakilnya bergerak cepat, berusaha melindungi Bung Karno dari terjangan peluru.
Sudrajat, seorang anggota pengawal yang bertugas menjaga langsung di belakang Bung Karno, dengan reflek cepat membalikkan badan sembari mencabut pistolnya.
Nahas, Sudrajat keduluan diterjang peluru teroris. Ia jatuh berlumuran darah tepat di belakang presiden.
Bukan hanya Sudrajat yang menjadi korban.
Susilo, anggota Pasukan Pengawal lainnya, juga terkena peluru yang bersarang di kepalanya.