
BERITATERBERITA – Dugaan praktik curang yang menggemparkan kembali mencoreng industri kelapa sawit nasional.
Kali ini, sorotan tajam mengarah pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya, yang merupakan bagian dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional I.
Petani kelapa sawit plasma yang selama ini setia memasok tandan buah segar (TBS) ke pabrik tersebut, kini harus menelan pil pahit kenyataan.
Mereka diduga kuat menjadi korban manipulasi timbangan yang disinyalir telah berlangsung selama enam bulan terakhir.
Akibatnya, kerugian yang dialami para petani kecil ini tidak main-main, angkanya fantastis, mencapai tiga koma enam miliar rupiah.
Sebuah nominal yang tentu saja sangat memukul perekonomian masyarakat petani yang menggantungkan hidupnya pada hasil kebun sawit.
Kabar dugaan kecurangan ini sontak membuat geram para petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).
Merespons situasi yang dianggap sangat merugikan ini, jajaran pengurus APKASINDO tidak tinggal diam.
Dipimpin langsung oleh Ketua DPW APKASINDO Banten, H Wawan SE, mereka bergerak cepat untuk memperjuangkan hak-hak para petani.
Bersama dengan perwakilan masyarakat petani sawit yang merasa menjadi korban, mereka menggelar audiensi mendesak dengan pihak perusahaan.
Pertemuan penting ini diadakan di kantor Distrik PTPN IV, yang terletak di Desa Leuwiipuh, Kecamatan Banjarsari, pada hari Jumat, tanggal 28 Maret tahun 2025.
Suasana audiensi dipastikan tegang, mengingat besarnya kerugian yang dialami para petani dan tuntutan keadilan yang mereka suarakan.
Dalam forum audiensi yang penuh dengan emosi tersebut, Ketua DPW APKASINDO menyampaikan temuan yang sangat mengejutkan.
Kecurigaan terhadap praktik manipulasi timbangan di PKS Kertajaya ternyata bukan isapan jempol belaka.
Setelah dilakukan uji coba beberapa kali secara independen, terungkap fakta yang mencengangkan.
Timbangan milik pabrik kelapa sawit tersebut menunjukkan selisih yang cukup signifikan, yakni sekitar empat persen lebih rendah dibandingkan dengan timbangan milik masyarakat petani.
Perbedaan angka ini, meski terlihat kecil dalam persentase, memiliki dampak yang luar biasa besar jika dikalkulasikan dalam volume dan frekuensi transaksi penjualan TBS oleh petani ke pabrik.
Setiap truk sawit yang masuk, potensi kerugian petani terus menggerogoti pendapatan mereka.
“Hal itu jelas berdampak besar dan merugikan masyarakat pemasok kelapa sawit ke pabrik,” ujar Ketua DPW APKASINDO dengan nada geram.
Ungkapan ini jelas menggambarkan betapa kecewa dan marahnya para petani yang merasa telah diperlakukan tidak adil.
Mereka merasa hak-haknya sebagai pemasok TBS telah diabaikan, bahkan dicurangi secara sistematis.
Kerugian miliaran rupiah ini tentu saja bukan angka yang kecil bagi para petani, yang modal dan tenaga mereka sangat terbatas.
Dampaknya bisa sangat luas, mulai dari kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar biaya pendidikan anak, hingga terancam kehilangan mata pencaharian utama mereka.
Lebih lanjut, Ketua DPW APKASINDO menyindir keras pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan praktik curang ini.
Beliau membandingkan hukuman yang akan diterima masyarakat biasa jika kedapatan mencuri satu tandan sawit saja, dengan kenyataan bahwa oknum pegawai PTPN yang diduga melakukan korupsi puluhan ton TBS per hari melalui manipulasi timbangan, justru terkesan dibiarkan tanpa sanksi yang jelas.
“Bayangkan masyarakat yang mencuri satu tandan sawit saja sampai diadili, tapi oknum pegawai PTPN yang korupsi puluhan ton per hari dalam timbangan tetap dibiarkan, kan aneh,” cetusnya dengan nada sinis.
Pernyataan ini jelas menunjukkan ketidakpercayaan para petani terhadap sistem pengawasan internal di PTPN dan menuntut adanya tindakan tegas dari pihak manajemen.
Sebagai representasi dari para petani sawit yang dirugikan, APKASINDO dengan tegas menyampaikan tuntutan mereka kepada pihak perusahaan.
Tuntutan utama yang mereka ajukan adalah agar PTPN IV Regional I bertanggung jawab penuh atas kerugian finansial yang telah diderita oleh para petani sawit plasma selama enam bulan terakhir.
Mereka meminta agar kerugian sebesar tiga koma enam miliar rupiah tersebut segera dikembalikan kepada para petani yang berhak.
“Untuk itu, kami selaku petani sawit menuntut agar pihak perusahaan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh para petani sawit,” tegas H Wawan sekali lagi, menunjukkan keseriusan dan determinasi mereka dalam memperjuangkan keadilan.
H Wawan juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus dugaan manipulasi timbangan ini hingga tuntas.
Mereka tidak akan berhenti sampai hak-hak para petani kelapa sawit dikembalikan sepenuhnya oleh perusahaan.
“Kami akan kawal permasalahan ini sampai dengan selesai, karena PTPN telah merugikan masyarakat petani sawit selama kurun waktu 6 bulan,” jelasnya dengan nada penuh keyakinan.
Pernyataan ini memberikan harapan bagi para petani bahwa perjuangan mereka tidak akan sia-sia dan keadilan pada akhirnya akan berpihak kepada mereka.
Kasus ini menjadi ujian berat bagi PTPN IV Regional I untuk membuktikan komitmen mereka terhadap praktik bisnis yang jujur dan berintegritas.
Sementara itu, pihak PKS Kertajaya melalui Yuda Pratama Atmaja, yang menjabat sebagai Masinis PKS, memberikan tanggapan atas audiensi yang telah dilakukan.
Beliau menyatakan bahwa pihaknya akan menampung semua aspirasi dan keluhan yang telah disampaikan oleh perwakilan petani dan APKASINDO.
Lebih lanjut, Yuda berjanji akan segera melaporkan seluruh hasil audiensi ini kepada pimpinan perusahaan di tingkat yang lebih tinggi.
“Secepatnya hal ini akan kami sampaikan kepada manajemen pusat perusahaan, karena kewenangan kami disini cukup terbatas hanya sebagai pekerja saja,” ujarnya.
Pernyataan ini menunjukkan adanya keterbatasan wewenang di tingkat pabrik dan perlunya intervensi dari manajemen pusat untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Audiensi yang berlangsung cukup alot tersebut pada akhirnya menghasilkan sebuah surat pernyataan bersama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu perwakilan APKASINDO dan pihak perusahaan PTPN IV Regional I.
Surat pernyataan ini menjadi bukti formal atas kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai selama pertemuan.
Poin pertama dalam surat pernyataan tersebut menegaskan bahwa kedua belah pihak telah melakukan audiensi terkait selisih timbangan yang terjadi di PTPN IV.
Setelah dilakukan pengecekan ulang sebanyak tiga kali dengan membandingkan dua timbangan yang berbeda, ditemukan adanya selisih sebesar kurang lebih empat persen antara timbangan penjualan milik pabrik dengan timbangan pembelian milik petani.
Poin kedua dalam surat pernyataan tersebut secara jelas menyatakan bahwa para petani sawit merasa sangat dirugikan akibat adanya perbedaan selisih timbangan pembelian dan penjualan sebesar kurang lebih empat persen tersebut.
Berdasarkan hal ini, pihak pertama (petani sawit yang diwakili APKASINDO) dan pihak kedua (PTPN IV Regional I) sepakat dengan rincian tuntutan dan kesanggupan sebagai berikut: Pihak pertama mengajukan permintaan ganti rugi atas selisih kurang lebih empat persen yang telah merugikan petani sawit selama periode waktu yang diperkirakan terjadi sejak bulan Oktober tahun 2024 hingga bulan Maret tahun 2025.
Selanjutnya, pada poin berikutnya, pihak kedua menyatakan kesiapannya untuk melaporkan tuntutan ganti rugi dari pihak pertama tersebut kepada manajemen pusat perusahaan.
Hal ini menunjukkan adanya itikad baik dari pihak pabrik untuk menindaklanjuti keluhan para petani.
Selain itu, dalam surat pernyataan juga disebutkan bahwa pihak pertama dan pihak kedua telah bersama-sama melakukan uji coba timbangan dan disaksikan oleh kedua belah pihak serta pihak-pihak terkait lainnya.
Hasil uji coba tersebut membenarkan adanya kesalahan teknis (machine error) pada timbangan yang digunakan di PKS Kertajaya.
Fakta ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik manipulasi yang merugikan petani.
Sebagai bentuk pengamanan dan untuk memastikan tuntutan petani dipenuhi, dalam surat pernyataan juga disepakati bahwa timbangan yang ada di PKS Kertajaya tidak diperbolehkan untuk dilakukan tera ulang sebelum tuntutan ganti rugi dari pihak pertama dipenuhi dan dibayarkan sepenuhnya.
Hal ini menjadi jaminan bagi para petani bahwa pihak perusahaan tidak akan menghilangkan barang bukti atau melakukan tindakan lain yang dapat mempersulit proses penyelesaian masalah.
Terakhir, dalam surat pernyataan juga dicatat bahwa selisih tonase yang terjadi telah disaksikan secara langsung oleh pihak pertama, pihak kedua, perwakilan petani lainnya, serta awak media yang hadir dan tercantum dalam daftar hadir yang terlampir.
Surat pernyataan bersama ini kemudian dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak sebagai bukti kesepakatan awal untuk menyelesaikan permasalahan dugaan manipulasi timbangan di PKS Kertajaya.
Langkah selanjutnya yang diharapkan oleh para petani adalah adanya tindakan nyata dari manajemen pusat PTPN IV Regional I untuk segera melakukan investigasi mendalam dan memberikan ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang telah mereka alami.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kepentingan di industri kelapa sawit, mengingat pentingnya menjaga kepercayaan dan keadilan dalam hubungan antara petani sebagai pemasok bahan baku dengan perusahaan sebagai pengolahnya.
Manipulasi timbangan, jika terbukti benar, tidak hanya merugikan petani secara finansial, tetapi juga dapat merusak citra industri kelapa sawit Indonesia secara keseluruhan.
Data terbaru menunjukkan bahwa praktik manipulasi timbangan di industri perkebunan, khususnya kelapa sawit, masih menjadi isu yang meresahkan.
Meskipun telah ada regulasi yang mengatur tentang standar timbangan dan pengawasan, namun implementasinya di lapangan masih perlu diperkuat.
Kerugian yang dialami petani akibat praktik curang ini dapat menghambat upaya peningkatan kesejahteraan petani dan pembangunan ekonomi di daerah-daerah sentra perkebunan.
Pemerintah dan pihak terkait perlu mengambil tindakan tegas untuk memberantas praktik-praktik ilegal semacam ini dan memberikan perlindungan yang lebih baik kepada para petani.
Penjelasan terbaru mengenai standar timbangan yang berlaku di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Dalam undang-undang ini, diatur mengenai kewajiban untuk melakukan tera ulang timbangan secara berkala oleh pihak yang berwenang untuk memastikan akurasi dan keandalannya.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Iwan H)