20 Tahun Jadi Tawanan di Rumah Sendiri! Pria Ini Ungkap Cara Licik Ibu Tiri dan Kisah Pelariannya yang Heroik

Pria berusia 32 tahun yang namanya dirahasiakan ini diduga kuat menjadi tahanan oleh ibu tirinya sendiri, yang oleh pihak kepolisian diidentifikasi bernama Kimberly Sullivan (Foto: Ist)

BERITATERBERITA – Sebuah kisah yang nyaris tak bisa dipercaya datang dari Connecticut, Amerika Serikat.

Seorang pria berhasil melarikan diri setelah mengalami penyekapan selama dua dekade, atau 20 tahun lamanya.

Yang lebih mencengangkan, ia hanya memanfaatkan barang-barang sederhana yang ada di sekitarnya seperti: selembar kertas, cairan pembersih tangan, dan sebuah korek api.

Pria berusia 32 tahun yang namanya dirahasiakan ini diduga kuat menjadi tahanan oleh ibu tirinya sendiri, yang oleh pihak kepolisian diidentifikasi bernama Kimberly Sullivan.

Kabar mengejutkan ini dilaporkan oleh berbagai media Amerika Serikat pada pertengahan Maret ini.

Menurut laporan, pria malang tersebut dikurung di sebuah rumah di Waterway, Connecticut.

Selama masa penyekapannya, ia hanya diberi makan dua buah roti lapis setiap hari dan air minum dalam jumlah yang sangat terbatas.

Pria tersebut mengaku bahwa dirinya dikunci di sebuah ruangan kecil yang pintunya diamankan menggunakan triplek dan kunci.

Namun, dengan akal cerdiknya, ia berhasil meloloskan diri dari kurungan tersebut.

Caranya adalah dengan membuat api menggunakan kertas sebagai pemicu, cairan pembersih tangan sebagai bahan bakar, dan korek api untuk menyulutnya.

Pihak kepolisian merespons laporan adanya kebakaran pada tanggal 17 Februari.

Di lokasi kejadian, mereka menemukan korban yang menderita akibat menghirup asap dan mengalami luka bakar.

Kepada polisi, korban mengaku sengaja menyulut api di rumah tersebut dan meminta pertolongan.

Sullivan, sang ibu tiri, juga berhasil menyelamatkan diri dari kobaran api.

Kepala Polisi Waterbury, Fred Spagnolo, mengungkapkan rasa terkejutnya kepada wartawan.

“Selama 33 tahun saya bertugas di kepolisian, ini adalah perlakuan terburuk terhadap kemanusiaan yang pernah saya saksikan,” ujarnya dengan nada prihatin.

Kimberly Sullivan, ibu tiri berusia 56 tahun itu, kini telah ditangkap dan didakwa atas berbagai tuduhan.

Tuduhan tersebut meliputi penyerangan, penculikan, dan tindakan kejam.

Pengacara Sullivan bersikeras bahwa semua tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya adalah “sama sekali tidak benar”.

Menurut pengacara bernama Ioannis Kaloidis, kliennya tidak pernah mengunci korban di dalam kamar atau menahannya dengan cara apapun.

“Dia memberikan makanan. Dia memberikan tempat tinggal. Dia sangat terkejut dengan tuduhan-tuduhan ini,” kata Kaloidis kepada media.

Sullivan sempat ditahan sebelum akhirnya dibebaskan dengan jaminan sebesar tiga ratus ribu dolar Amerika Serikat, atau sekitar Rp. 4,5 miliar, jika mengacu pada kurs saat ini.

Menurut catatan dari kantor panitera Distrik Yudisial Waterbury, sidang selanjutnya digelar pada Rabu, 26 Maret 2025 yang lalu. Dan hingga saat ini, Sullivan belum mengajukan pembelaan.

Sebuah surat pernyataan tertulis yang dilihat oleh afiliasi CNN, WFSB, mengungkapkan detail yang lebih mengerikan mengenai masa lalu korban.

Disebutkan bahwa sejak kecil, korban sering merasa lapar dan terpaksa mencuri makanan atau bahkan memakan sisa-sisa dari tempat sampah untuk mengatasi rasa laparnya.

Setelah ketahuan, Sullivan diduga mulai menguncinya di dalam kamar.

Seiring berjalannya waktu, menurut polisi, Sullivan mengeluarkan korban dari sekolah dan hanya mengizinkannya keluar kamar untuk melakukan pekerjaan rumah.

Bahkan, korban dipaksa untuk buang air kecil di dalam botol dan membuat alat khusus agar cairan tersebut bisa dibuang keluar jendela.

Seorang petugas kepolisian yang dikutip oleh CNN menyatakan bahwa korban tampak “sangat kurus kering” dan hanya memiliki berat sekitar 31,7 kilogram dengan tinggi badan sekitar 175 sentimeter.

Kondisi giginya dilaporkan rusak parah, dan tubuhnya tampak sangat kotor.

Menurut surat perintah penangkapan, korban mengatakan kepada polisi bahwa Sullivan pernah mengancamnya dengan kematian jika ada orang lain yang melihatnya.

Ia juga menambahkan bahwa terakhir kali ia diizinkan meninggalkan rumah adalah ketika berusia 15 tahun.

Kedua saudara tiri korban dilaporkan diizinkan untuk keluar rumah dan memiliki kehidupan sosial yang normal.

Namun, mereka dilarang membawa teman-teman mereka ke rumah.

“Saya telah dirahasiakan sepanjang hidup saya,” ungkap korban kepada polisi dengan nada pilu.

Lantas, apakah ada yang melaporkan hilangnya korban selama ini?

Seorang paman dari korban mengatakan kepada polisi bahwa ketika ia mencoba berbicara dengan keponakannya yang “kurus, lemah lembut, dan penurut” itu, Sullivan selalu menghalang-halanginya.

Ia bahkan dilarang bertemu dengan keluarganya lagi setelah tahun 2005.

Sang paman sempat berbicara dengan detektif swasta yang sayangnya hanya menyarankan untuk mencari akta kematian korban.

Menurut dokumen pengadilan, ketika korban masih duduk di kelas empat sekolah dasar, pihak sekolah sempat memberitahu Departemen Anak dan Keluarga Negara bagian.

Pekerja sosial negara bagian kemudian mengunjungi rumah tersebut sebanyak dua kali untuk melakukan pemeriksaan kesejahteraan.

Saat itu, korban mengatakan kepada polisi bahwa ia menyampaikan kepada pekerja sosial bahwa dirinya baik-baik saja.

Polisi juga mengonfirmasi bahwa mereka pernah mengunjungi rumah tersebut sebanyak dua kali pada tahun 2004 setelah menerima laporan dari orang-orang yang mengenal korban dan tidak melihatnya dalam waktu yang lama.

Namun, keluarga korban dilaporkan mencegah kunjungan lebih lanjut dengan mengancam akan mengajukan tuntutan hukum atas dasar pelecehan terhadap anggota distrik sekolah yang telah menghubungi polisi.

Wali Kota Waterbury, Paul K. Pernerewski, mengatakan kepada media jika pihaknya memang pernah mengirim seorang petugas untuk mengunjungi rumah tersebut.

“Petugas itu berbicara dengan anak tersebut dan kembali melaporkan bahwa semuanya baik-baik saja,” ujarnya.

“Setelah itu, kasus ini seolah menghilang begitu saja dan tidak ada lagi yang memperhatikannya pada saat itu, dan situasinya terus berlanjut,” tambah Pernerewski.

Kondisi penyekapan korban dilaporkan semakin ketat setelah ayahnya yang menggunakan kursi roda meninggal dunia pada tahun 2024.

Menurut surat pernyataan tertulis, “(Lelaki itu) menyatakan bahwa situasinya mencapai titik di mana satu-satunya waktu ia keluar rumah setelah ayahnya meninggal adalah untuk mengeluarkan anjing keluarga di belakang properti. Itu pun hanya sekitar 1 menit sehari. Pada dasarnya, (Dia) dikunci di kamarnya antara 22 hingga 24 jam sehari.”

Pengacara Sullivan, Kaloidis, menyampaikan kepada media dalam sebuah pernyataan bahwa “Nyonya Sullivan dianggap tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya. Surat perintah penangkapan merinci tuduhan-tuduhan yang harus dibuktikan di pengadilan.”

Ibu kandung korban mengatakan kepada media, bahwa ia menyerahkan hak asuh atas putranya pada tahun 1993, tak lama setelah kelahirannya.

Hal ini terjadi setelah pihak berwenang setempat mengambil putrinya beberapa tahun sebelumnya setelah didiagnosis mengalami sindrom bayi terguncang. Ayah bayi tersebut kemudian didakwa atas kejahatan tersebut.

“Hubungan kami berdua tidak berjalan baik, dan saya berpikir bahwa saya memberikan kesempatan yang lebih baik bagi putra saya untuk memiliki kehidupan yang penuh,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa ia berharap bisa hadir untuk putranya saat ini. “Jika saja saya tahu… saya tidak bisa membayangkannya… saya tidak tau mau mengatakan apa lagi.”

Ia menjelaskan bahwa ia sempat mencoba untuk kembali hadir dalam kehidupan putranya, namun tidak berhasil menemukannya. (Red)

Rekomendasi