Elon Musk Out dari Gedung Putih: Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Layar dengan Trump?

Musk dan Trump (Foto: Youtube/Busines Insider)

BERITATERBERITA – Sebuah babak menarik dalam dunia politik dan teknologi baru saja berakhir.

Hubungan kerja antara tokoh teknologi terkemuka, Elon Musk, dan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sebagai penasihat khusus di Gedung Putih, dikabarkan telah usai.

Kabar ini tentu saja menimbulkan berbagai spekulasi dan pertanyaan di kalangan pengamat politik dan masyarakat luas.

Bagaimana mungkin dua sosok yang sama-sama kontroversial dan penuh ambisi ini berpisah jalan setelah sempat terlihat sangat dekat?

Seperti dilansir dari media Inews.co.uk, kedekatan antara Elon Musk dan Donald Trump memang sempat menjadi sorotan publik.

Dimulai dari dukungan terbuka Musk terhadap Trump saat kampanye pemilihan presiden hingga dia ditunjuk sebagai penasihat khusus setelah Trump terpilih untuk periode kedua, banyak yang melihat kolaborasi ini sebagai kekuatan baru yang akan membawa perubahan luar biasa.

Namun, di balik layar, ternyata dinamika hubungan keduanya tidak selalu berjalan mulus.

Bahkan, jauh sebelum penunjukan resmi Musk sebagai penasihat, sinyal-sinyal kedekatan mereka sudah terlihat.

Musk, pendiri perusahaan mobil listrik Tesla dan perusahaan antariksa SpaceX, secara terbuka memberikan dukungannya kepada Trump melalui platform media sosial X.

Dukungan ini diberikan tanpa syarat, bahkan setelah Trump mengalami percobaan pembunuhan di Pennsylvania pada Juli tahun 2024.

Saat itu, Musk menulis di X, “Saya sepenuhnya mendukung Presiden Trump dan berharap beliau cepat pulih,” sambil menyertakan video Trump yang berdiri dan mengepalkan tinjunya setelah tertembak di telinga.

Dari momen itulah, hubungan mereka semakin intens dan tak terpisahkan di mata publik.

Setelah Trump berhasil mengamankan masa jabatan keduanya, Musk bahkan memberikan dukungan finansial yang sangat besar, mencapai lebih dari Rp 1,6 triliun, untuk membantu Trump memenangkan jabatan presiden AS.

Ia juga beberapa kali tampil di panggung kampanye bersama Trump di ‘Mar-a-Lago’.

Banyak yang berspekulasi tentang peran Musk dalam pemerintahan Trump, terutama setelah Trump mengisyaratkan bahwa Musk bisa mangawal dan jadi komando dalam upaya pemberantasan pemborosan anggaran negara.

Namun, tidak banyak yang menyangka bahwa Musk, seorang pengusaha teknologi berusia 53 tahun itu akan diberikan posisi yang begitu dekat dengan presiden terpilih.

Apalagi dengan membawa timnya yang terdiri dari para pemuda ahli teknologi berusia 20-an.

Kehadiran mereka di infrastruktur pemerintahan memicu kekhawatiran banyak pihak.

Muncul laporan-laporan yang menyebutkan bahwa tim Musk di Departemen Efisiensi Pemerintah (yang secara tidak resmi dijuluki “Doge”) memiliki kewenangan yang sangat luas, termasuk memberhentikan pegawai sesuka hati, menutup departemen secara tiba-tiba, dan bahkan dikhawatirkan mengancam keamanan stok senjata nuklir negara serta upaya pemberantasan HIV/AIDS di Afrika.

Menurut sebuah departemen pelaporan, tim Musk di Departemen Efisiensi Pemerintah bertanggung jawab atas pemberhentian atau pemaksaan pengunduran diri sekitar 200.000 pegawai pemerintah.

Ketika departemen ini dibentuk, tujuannya adalah untuk menghemat uang pembayar pajak hingga Rp 16 kuadriliun.

Situs web departemen tersebut mengklaim telah menghemat total Rp 2,24 triliun, atau sekitar Rp 13.913.120 untuk setiap pembayar pajak.

Akan tetapi, banyak “bukti” penghematan yang dipublikasikan kemudian dihapus setelah media dan politisi dari Partai Demokrat menyoroti bahwa klaim tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.

The New York Times bahkan menerbitkan artikel dengan judul: “Saksikan Bagaimana Tim Elon Musk Menggelembungkan, Menghapus, dan Menulis Ulang Klaim Penghematannya.”

Meskipun beberapa pihak meragukan angka-angka tersebut, pertanyaan juga muncul mengenai biaya pemberhentian pegawai dalam jumlah besar dan berapa banyak kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah kepada para pegawai yang diberhentikan.

Di tengah kontroversi ini, laporan dari media Politico dan media Amerika Serikat lainnya mengindikasikan bahwa masa jabatan Musk sebagai penasihat khusus telah berakhir.

Trump dikabarkan telah memberi tahu para pembantu utamanya bahwa Musk akan segera meninggalkan Gedung Putih.

Meskipun ketidakpuasan terhadap Musk sudah tumbuh di kalangan Gedung Putih dan Partai Republik sejak lama, belum jelas faktor pasti yang membuat Trump mengambil keputusan ini.

Hasil survei dan sejumlah pertemuan balai kota yang penuh amarah dengan para konstituen menunjukkan bahwa bahkan para pendukung Trump yang masih menyukainya sudah muak dengan Musk.

Menurut persyaratan awal, Musk seharusnya hanya menjabat sebagai pegawai khusus selama 130 hari.

Trump sendiri sempat mengisyaratkan kepergian Musk pada pekan ini.

“Dia punya perusahaan besar untuk dijalankan. Pada suatu saat, dia akan kembali. Dia ingin melakukannya,” kata Presiden Trump pada hari Selasa, 1 April 2025.

Kekalahan kandidat dari Partai Republik dalam pemilihan Mahkamah Agung Wisconsin baru-baru ini, di mana Musk menyumbangkan dana sebesar Rp 320 miliar, tampaknya semakin mengurangi dukungan Trump terhadap Musk.

Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan, “Elon Musk dan Presiden Trump telah sama-sama menyatakan kepada publik bahwa Elon akan mengakhiri pengabdiannya sebagai pegawai khusus pemerintah setelah pekerjaannya yang luar biasa di Doge selesai.”

Kini, Musk akan kembali fokus pada Tesla, perusahaan mobil listriknya yang sahamnya mengalami penurunan dan dealer-dealernya di seluruh Amerika Serikat dan dunia menjadi sasaran protes keras atas tindakan pemerintahan Trump. (Red)

Rekomendasi