
BERITATERBERITA – Kita akan menyelami sebuah cerita yang tak hanya menggelitik perut, namun juga menyimpan pelajaran berharga dari tokoh legendaris bernama Nasruddin Hoja.
Dikenal dengan kecerdasan dan kejenakaannya, kali ini Nasruddin hadir dengan kisah yang akan membuat kita tersenyum sembari merenungkan maknanya.
Pada suatu pagi yang cerah di hari Kamis, Nasruddin memutuskan untuk melakukan perjalanan menuju desa tetangga.
Desa yang dituju Nasruddin ini dikenal dengan nama Mik ni Mulia, sebuah tempat yang cukup jauh dari kediamannya.
Tujuan Nasruddin tak lain adalah untuk melaksanakan ibadah Shalat Jumat di desa tersebut.
Sebuah niat yang mulia, namun ada keunikan tersendiri dalam persiapan dan waktu keberangkatannya kali ini.
Dengan penuh semangat, Nasruddin menaiki keledainya yang setia.
Keledai itu melenguh pelan, seolah mengerti akan perjalanan yang akan mereka tempuh bersama. Namun, ada sedikit kesan malas terpancar dari gerak-geriknya.
Di tengah perjalanan, Nasruddin bertemu dengan seorang temannya.
Sang teman tampak terkejut melihat Nasruddin sudah menunggangi keledai sepagi ini di hari Kamis.
“Nasruddin, engkau hendak ke mana pagi-pagi begini?” tanya temannya dengan nada heran.
Nasruddin tersenyum lebar dan menjawab dengan santai, “Saya hendak menuju desa sebelah untuk melaksanakan Shalat Jumat.”
Mendengar jawaban itu, sang teman mengernyitkan dahi, tampak bingung, dan berkata, “Shalat Jumat? Tapi ini kan hari Kamis, kawan.”
Dengan tenang, Nasruddin menjawab pertanyaan temannya, “Saya tahu betul ini hari Kamis. Namun, keledai saya ini jalannya sangat lambat. Jika saya tidak memulai perjalanan dari sekarang, mungkin saya baru akan tiba di sana besok.”
Mendengar alasan Nasruddin yang tak terduga itu, temannya terdiam sejenak, lalu tertawa terbahak-bahak.
“Nasruddin, kamu memang selalu punya cara yang unik!” ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Dengan keledainya yang berjalan perlahan, Nasruddin melanjutkan perjalanannya. Matahari semakin tinggi, namun Nasruddin terlihat tenang dan sabar. Meskipun perjalanan terasa lambat, ia tetap melangkah maju.
Setiap langkah kecil keledainya seolah menjadi pengingat bagi Nasruddin bahwa hidup ini tidak selalu tentang kecepatan, melainkan tentang ketekunan dalam mencapai tujuan.
Di sepanjang jalan, mereka disuguhi pemandangan sawah yang hijau membentang, burung-burung yang beterbangan di langit biru, dan langit yang perlahan mulai berubah warna menjelang sore.
Saat hari mulai senja, Nasruddin berbicara kepada keledainya, “Keledai kecilku, kita memang berjalan lambat, tapi tak apa. Yang penting, kita tidak berhenti.”
Langit semakin gelap, dan Nasruddin masih setia melanjutkan perjalanannya.
Dalam keheningan malam, ia merenung, “Allah Maha Mengetahui niat kita. Semoga kita bisa tiba tepat waktu.”
Setelah menempuh perjalanan panjang, Nasruddin akhirnya tiba di desa tetangga tepat pada waktunya untuk melaksanakan Shalat Jumat.
Meskipun keledainya berjalan lambat, mereka akhirnya berhasil sampai.
“Terima kasih, keledai kecilku. Kita berhasil! Terima kasih sudah menemani perjalanan ini,” bisik Nasruddin lembut kepada keledainya yang melenguh pelan seolah mengerti.
Suara azan mulai terdengar menggema, dan Nasruddin segera bergegas bersiap diri untuk melaksanakan ibadah Shalat Jumat.
Kisah Nasruddin dan keledainya yang lambat ini mengajarkan kita bahwa hidup ini bukan hanya tentang seberapa cepat kita mencapai tujuan, tetapi seberapa teguh kita melangkah, meskipun perlahan.
Dari kesabaran, ketekunan, dan sedikit humor, tantangan hidup akan terasa lebih ringan.
Kesabaran adalah kunci dalam menghadapi setiap perjalanan hidup. (Dhet)
Sumber: Youtube- Qalbun Salim