Terungkap! Rahasia Kejeniusan Einstein Bukan Soal Persentase Otak, Lalu Apa?

Foto: Youtube/Trending Sepuluh

Dari foto-foto otak Einstein, terungkap bahwa ukuran otaknya relatif lebih kecil dibandingkan otak manusia pada umumnya. Namun, ada hal menarik pada bagian belakang otak Einstein yang disebut lobus parietal.

Bagian ini ternyata 15% lebih lebar dari otak normal dan berhubungan dengan kemampuan visual dan spasial.

Witelson berpendapat bahwa inilah yang memungkinkan Einstein memiliki kemampuan visual yang kuat saat memecahkan masalah fisika dan matematika.

Penelitian lain menunjukkan bahwa pada otak normal terdapat garis pemisah bernama Sylvian fissure yang memisahkan otak bagian atas dan bawah.

Anehnya, pada otak Einstein, garis pemisah ini terputus, sehingga area otak yang berhubungan dengan visual menjadi lebih lebar.

Hal ini diduga menjadi alasan mengapa Einstein sangat imajinatif dan mampu menghasilkan hampir semua teorinya melalui eksperimen pikiran (thought experiment).

Penelitian kedua datang dari Dr. Marian Diamond, seorang pakar otak dari Amerika. Ia menemukan bahwa jumlah sel glial pada otak Einstein ternyata lebih banyak dibandingkan otak normal.

Sel glial berfungsi memberikan nutrisi dan perlindungan pada sel saraf, sehingga berperan penting dalam memaksimalkan kinerja saraf.

Dr. Diamond menyimpulkan bahwa hal inilah yang membuat Einstein lebih unggul dalam menyerap dan mengolah informasi.

Selain itu, penelitian juga mengungkapkan bahwa corpus callosum Einstein, bagian otak yang menghubungkan otak kiri dan kanan, ternyata lebih tebal.

Hal ini memungkinkan komunikasi yang lebih cepat antara kedua belah otak Einstein, yang mungkin menjadi alasan mengapa ia tidak hanya pandai dalam sains tetapi juga memiliki ketertarikan pada seni, seperti bermain biola.

Lantas, apakah benar bahwa selama ini kita hanya mengakses 10% kemampuan otak kita dan Einstein jenius karena mengakses lebih dari itu?

Ternyata, anggapan tersebut hanyalah mitos. Bahkan, sutradara film “Lucy” sendiri mengakui bahwa cerita dalam filmnya hanyalah fiksi.

Mitos ini diperkirakan berawal dari kesalahpahaman terhadap pernyataan William James, seorang tokoh psikologi Amerika, pada tahun 1900-an.

Halaman: 1 2 3
Rekomendasi