Diremehkan Karena Malas? Kisah Inspiratif Pemuda Pintar Buktikan Diri dengan Cara Unik

Kisah Inspiratif Pemuda Pintar Buktikan Diri dengan Cara Unik (Foto: Youtube/Kisah Bijaksana)

BERITATERBERITA – Dahulu kala, di sebuah desa terpencil, tinggallah seorang pemuda bernama Rayan bersama kedua orang tuanya di sebuah gubuk sederhana.

Rayan dikenal sebagai pemuda yang sangat pemalas. Kegiatan sehari-harinya hanyalah membantu sang ayah di sawah, itupun dengan cara yang tidak biasa.

Alih-alih rajin mengusir burung secara manual, Rayan lebih memilih memasang berbagai tiang kayu di sudut sawah, menghubungkannya dengan tali-tali yang dipasangi rumbai-rumbai. Tujuannya agar ia bisa tiduran di gubuk sambil menarik tali untuk menakut-nakuti burung.

Ayahnya sebenarnya khawatir dengan sifat malas Rayan, takut jika suatu saat ia sakit, Rayan tidak akan mampu mengurus pekerjaan di sawah.

Kekhawatiran sang ayah benar-benar menjadi kenyataan ketika musim kemarau tiba. Padi di sawah membutuhkan perhatian ekstra, namun sang ayah justru jatuh sakit dan tidak bisa lagi bekerja.

Mau tidak mau, Rayan harus turun tangan mengurus sawah seorang diri.

Namun, malapetaka pun terjadi. Di tengah musim kemarau, padi yang telah susah payah mereka rawat menjadi rusak dan kekurangan air.

Rayan tidak sanggup mengurusnya sendirian karena tidak terbiasa bekerja keras. Tabungan keluarga semakin menipis untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya pengobatan sang ayah. Keluarga itu dilanda kebingungan. Hasil panen yang diharapkan menjadi harapan satu-satunya kini sirna.

Malam itu, Rayan hanya bisa termenung di bawah langit malam, merasa tidak berguna dan sangat kecewa pada dirinya sendiri.

Sebagai seorang pemuda desa, pekerjaan di sawah seharusnya bukan hal yang berat.

Namun, karena kebiasaan bermalas-malasan dan tidak pernah bekerja keras, kini satu-satunya harapan keluarganya untuk bertahan hidup telah hilang.

Ia bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Keesokan paginya, Rayan mendengar sayup-sayup kerumunan warga di desanya.

Ia mendekat dan mendapati prajurit kerajaan tengah menyampaikan pengumuman.

Untuk merayakan hari ulang tahun sang pangeran, akan diadakan perlombaan di kerajaan dan pemenangnya akan mendapatkan hadiah satu peti emas.

Mendengar pengumuman itu, Rayan tiba-tiba memiliki ide. Ia memutuskan untuk mengikuti perlombaan tersebut.

Keputusannya ini langsung ditertawakan oleh para penduduk desa yang mendengarnya.

Bagaimana mungkin seorang pemalas seperti dirinya bisa memenangkan perlombaan yang pesertanya berasal dari seluruh penjuru kerajaan?

Namun, sang prajurit tetap memberitahukan kepada Rayan bahwa perlombaan itu akan diadakan tiga hari lagi di dekat istana raja.

Mengingat desanya yang berada di pinggiran, Rayan harus berangkat dua hari sebelum perlombaan dimulai.

Meskipun kedua orang tuanya tidak yakin dengan kemampuan anaknya, mereka tetap memberikan izin dan mendoakannya.

Bukan kemenangan yang mereka harapkan, melainkan agar perjuangan Rayan kali ini bisa menjadi awal perubahan dirinya menjadi lebih rajin dan pekerja keras.

Tiga hari berlalu, dan perlombaan pun dimulai.

Para peserta dikumpulkan di tepi sebuah danau yang tidak jauh dari istana kerajaan.

Melihat peserta lain yang sebagian besar memiliki tubuh bagus dan terlatih, nyali Rayan menciut.

Bagaimana mungkin ia bisa mengalahkan orang-orang itu dalam adu ketangkasan?

Namun, peraturan perlombaan belum disampaikan. Ia berharap akan ada aturan yang menguntungkannya.

Rayan menarik napas dalam, mencoba mengingat alasannya berada di sana:

‘keluarganya yang harus bertahan hidup dan sang ayah yang membutuhkan pengobatan’.

Setelah semua peserta berkumpul, peraturan perlombaan dibacakan.

“Hari ini akan diadakan perlombaan menyeberangi danau sejauh satu kilometer. Gunakan kemampuan kalian sebisanya, otot, tenaga, pengalaman, hingga kecerdasan. Tiga orang pertama yang mencapai seberang akan melaju ke babak selanjutnya untuk memperebutkan hadiah utama satu peti emas. Dilarang bekerja sama atau saling menjatuhkan,” ucap panitia.

Setelah ratusan peserta mengerti semua peraturan, aba-aba perlombaan pun diberikan.

“Satu, dua, tiga!” Semua peserta melompat ke danau dan mulai berenang sekuat tenaga, mengandalkan pengalaman masing-masing.

Para pengurus lomba berjaga-jaga di sepanjang danau untuk mengantisipasi jika ada peserta yang kelelahan.

Namun, ada satu peserta yang belum melompat: Rayan. Saat yang lain tengah berenang sekuat tenaga, ia masih terdiam di pinggir danau, terlihat berpikir keras.

“Tidak mungkin aku menang jika ikut melompat dan mengadu tenaga,” pikir pemuda pemalas itu.

Tanpa diduga, ia malah berlari menjauh dari danau dan masuk ke sebuah hutan kecil.

Beberapa saat kemudian, Rayan muncul kembali dengan membawa batang kayu yang sudah rapuh dan ringan.

Satu batang ia dorong ke danau sebagai rakit, dan batang lainnya yang pipih dan kecil ia gunakan sebagai dayung.

Ternyata, hanya Rayan yang benar-benar memahami bahwa itu adalah perlombaan menyeberangi danau, bukan perlombaan renang.

“Benar, aku memang tidak memiliki otot dan pengalaman berenang, tapi aku memiliki sedikit kecerdasan dan tekad yang kuat,” pikir Rayan sambil menaiki rakit buatannya.

Perlahan tapi pasti, ia mulai mendayung.

Para peserta lain yang sudah mulai melambat karena kelelahan tampak keheranan melihat strategi Rayan.

Beruntung bagi Rayan, ia sanggup mencapai garis akhir di posisi ketiga, menjadi peserta terakhir yang berhak melaju ke babak selanjutnya.

Dua peserta lainnya adalah pria berotot dan bertubuh terlatih.

Setelah diberikan waktu beristirahat, keesokan harinya, babak kedua dimulai.

Kali ini, sebuah lapangan luas telah disiapkan, dan di depan masing-masing peserta terdapat bongkahan kayu berbentuk kubus dengan ukuran dan berat yang sama.

Kemudian, dibacakanlah aturan perlombaan penentu itu.

“Perlombaan kali ini adalah mendorong bongkahan kayu di depan kalian sejauh satu kilometer. Di belakang kalian telah disiapkan berbagai macam benda. Kalian hanya boleh mengambil satu sebagai alat bantu dan tidak boleh ditukar. Maka dari itu, pikirkanlah dengan baik. Seperti perlombaan sebelumnya, gunakanlah otot, tenaga, pengalaman, hingga kecerdasan,” ujar panitia.

Hadiah peti emas itu sangat menggiurkan.

Ketiga peserta kembali berhitung mundur.

“Satu, dua, tiga!” Sorak sorai penonton terdengar begitu antusias.

Ketiga peserta serentak berjalan ke belakang, mencari satu alat yang paling tepat.

Di sana terdapat tali, gunting, sarung tangan, kayu, rantai, pisau, dan banyak benda lainnya.

Mereka harus pintar memilih karena hanya boleh mengambil satu dan tidak boleh ditukar.

Peserta pertama tidak mau terlalu lama berpikir.

Ia ingin segera mendorong kayu itu agar cepat sampai tujuan. Ia mengambil tali sebagai alat bantu untuk menarik bongkahan kayu itu.

Peserta kedua, yang tidak mau ketinggalan, segera mengambil kayu.

Ia berencana menggunakan kayu itu sebagai alat jungkit untuk memindahkan bongkahan kayu itu perlahan-lahan.

Sedangkan Rayan masih terdiam di tempat, memikirkan satu per satu bagaimana benda-benda itu bisa memudahkannya memindahkan bongkahan kayu itu.

Sepuluh menit berlalu. Peserta pertama, memanfaatkan tali dan ototnya yang besar, kini sudah mampu membawa bongkahan kayu itu sejauh lima puluh meter.

Peserta kedua, yang juga memiliki otot kekar, berada hanya lima meter di belakangnya. Sedangkan Rayan masih duduk di depan tumpukan alat bantu itu, tidak bergerak.

Ia berpikir bahwa akan lebih baik menghabiskan waktu untuk memilih alat yang paling tepat daripada mengadu otot dan tenaga dengan kedua orang itu, yang sudah pasti pemalas seperti dirinya tidak akan mampu.

Tiga puluh menit berlalu. Tanpa diduga, kedua peserta di depan tidak bisa melaju lebih cepat. Mereka terlihat mulai kelelahan dan kesulitan menemukan cara yang lebih efisien. Mereka baru memindahkan bongkahan kayu itu sejauh dua ratus meter.

Di sisi lain, Rayan terlihat sudah memutuskan untuk menggunakan sebuah alat, dan alat pilihannya adalah sebuah pisau.

Para penonton dan panitia terlihat heran melihat pilihan pemuda itu. Mereka bertanya-tanya bagaimana pemuda itu akan memindahkan bongkahan kayu hanya dengan sebuah pisau.

Namun, bukannya mulai mendorong bongkahan kayu itu, Rayan malah memahat setiap sudut bongkahan kayu berbentuk kubus itu.

Beruntungnya, meskipun berat, bongkahan kayu itu sangat mudah dipahat.

Perlahan tapi pasti, terlihat bahwa Rayan tidak mengupas bongkahan kayu itu sembarangan. Semua penonton bersorak melihat apa yang terjadi.

Bentuk bongkahan kayu itu kini bukan lagi kubus, melainkan menyerupai bola. Kini, Rayan sudah menghabiskan waktu satu jam memahat kayu itu dengan pisau.

Dengan hati-hati, ia menyesuaikan bentuk dan berat bola kayu itu dengan tenaganya. Kini, Rayan mulai mendorong kayu itu, dan seketika para penonton bersorak riuh melihat bola kayu itu bisa Rayan dorong dengan mudah. R

ayan mendorong sekuat tenaga, berharap bisa mengejar kedua lawannya yang sudah meninggalkannya sejauh enam ratus meter.

“Sekarang aku hanya perlu fokus mendorong, tidak ada waktu lagi,” pikir Rayan dalam hati.

Terus Rayan dorong dan dorong, tidak lagi memedulikan keberadaan lawannya. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya ia bekerja sekeras ini, merasakan peluh, lelah, letih seperti ini.

Hanya harapan untuk keluarganya yang kini menguatkan tekadnya.

Hingga akhirnya, ia sanggup menyelesaikan lomba itu sebagai orang pertama. Semua penonton dan penyelenggara bersorak-sorai.

Tidak ada yang menyangka sebelumnya jika seorang pemuda bertubuh biasa bisa mengalahkan peserta dengan tubuh kuat dan terlatih.

Seorang pemalas, dengan kecerdasan, memenangkan lomba dengan bantuan kerja keras.

Teman-teman, orang pemalas biasanya adalah orang yang cukup cerdas dan bisa melakukan banyak hal dengan baik.

Namun, masalahnya, mereka memang pemalas.

Dalam kisah ini, kita bisa melihat bahwa untuk mau berusaha lebih keras dan memaksimalkan potensinya, seseorang harus memiliki alasan yang kuat.

Jangan biarkan orang lain terus meremehkanmu karena masih saja menganggur.

Carilah alasan sebesar mungkin mengapa kamu harus berjuang lebih keras. (Red)

Rekomendasi