Jerit Pilu Warga Cigobang Lebak: Sudah 5 Tahun Nanti Rumah Layak, Ada Apa di Balik Lambannya Penanganan Huntara?

Ketimpangan penanganan yang begitu mencolok ini menimbulkan pertanyaan besar nan mengganggu tentang implementasi keadilan sosial (Foto: Iwan H)

BERITATERBERITA – Bayangkan hidup di tengah ketidakpastian yang menggantung.

Berteduh hanya beratapkan terpal lusuh, berdinding tripleks seadanya, tanpa kejelasan kapan bisa kembali memiliki rumah permanen.

Ini bukan skenario fiksi, melainkan realita getir yang dihadapi ratusan warga korban bencana banjir bandang dan longsor di Cigobang, Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, Banten.

Sungguh miris, kondisi ini telah mereka jalani selama lima tahun penuh, terhitung sejak bencana itu melanda.

Lima tahun adalah waktu yang sangat lama.

Selama kurun waktu itu, harapan akan kehidupan normal dan hunian layak seolah kian menjauh.

Para korban bencana di Cigobang ini terus bergulat rasa cemas.

“Sudah lima tahun kami di tenda darurat begini. Tidak ada kepastian apa-apa soal rumah. Kami hanya ingin tempat tinggal yang layak, itu saja,” lirih salah seorang korban, mewakili suara ratusan keluarga lain yang merasakan hal serupa.

Hunian darurat ini tentu jauh dari kata aman dan nyaman, terutama saat musim penghujan tiba.

Situasi di Cigobang ini memunculkan keprihatinan mendalam, sekaligus pertanyaan besar soal prioritas dan efektivitas penanganan bencana di tanah air.

Ketua Perkumpulan Urang Banten (PUB) Kabupaten Lebak, H. Pepep Faisaludin, secara terang-terangan menyebut penanganan bencana di Cigobang sangat tertinggal.

“Kontras sekali penanganan bencana ini. Coba lihat korban bencana di Cileuksa, Bogor, mereka sudah menempati huntara layak pakai. Bahkan korban banjir lahar Gunung Semeru, hanya dalam waktu satu tahun sudah punya rumah tetap. Tapi di Cigobang Lebak? Lima tahun masih hidup di tenda, seakan terlupa keberadaan mereka pemerintah,” ujar Pepep pada Minggu (20/4/2025), nada bicaranya penuh keprihatinan yang sulit disembunyikan.

Perbedaan perlakuan ini sulit dicerna nalar kemanusiaan.

Potret Kesenjangan dan Keadilan Sosial bagi Korban Bencana

Ketimpangan penanganan yang begitu mencolok ini menimbulkan pertanyaan besar nan mengganggu tentang implementasi keadilan sosial.

Sekretaris PUB Lebak, Dede Sudiarto, melihat kondisi Cigobang ini bukan sekadar problem penanganan teknis.

“Ini bukan cuma soal kemanusiaan, ini indikasi nyata kesenjangan dan soal keadilan sosial. Pertanyaan besarnya, apakah Lebak ini bukan bagian dari Indonesia? Di mana wujud nyata sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bagi warga Cigobang?” tegas Dede, menyoroti tajam konstitusi negara yang belum sepenuhnya dinikmati para korban bencana ini.

Perbedaan nasib mereka dibandingkan korban bencana lain terasa sangat menyakitkan.

PUB Kabupaten Lebak mendesak keras Bupati Lebak dan Gubernur Banten.

Mereka dituntut segera bertindak, berkoordinasi erat pemerintah pusat mencari solusi permanen.

Situasi ratusan warga Cigobang yang masih terkatung-katung tidak bisa lagi ditoleransi.

Mereka berhak mendapatkan perlakuan setara, berhak hidup layak seperti korban bencana lainnya di berbagai wilayah negeri ini.

Mendesaknya pemerintah berikan solusi nyata dan cepat mutlak diperlukan menyelamatkan mereka penderitaan berkepanjangan. (Iwan H)

Rekomendasi