
Dalam orasi mereka, para pengunjuk rasa juga memberikan pemahaman mendalam mengenai makna Gunung Botak bagi masyarakat lokal, melampaui sekadar potensi mineralnya.
Dijelaskan oleh orator, Gunung Botak bukanlah hamparan tanah kaya mineral biasa yang bisa dieksploitasi seenaknya, melainkan ia adalah nadi spritual, ruang hidup, serta warisan berharga dari leluhur yang sejak lama menjaga keseimbangan alam di Pulau Buru.
Namun, ironisnya, ruang sakral dan penyeimbang alam itu kini merasa ‘digadaikan’ atas nama pembangunan dan kehadiran entitas yang berlabel koperasi.
Lebih miris lagi, para pengunjukrasa melihat koperasi yang sejatinya mengatasnamakan rakyat justru dituding melanjutkan jejak kolonialisme yang mengakar, bersembunyi di balik narasi ‘kemajuan’ ekonomi.
Selain itu, koperasi-koperasi ini dituduh datang tidak untuk menyejahterakan, melainkan untuk menguasai sumber daya alam secara masif dan, yang terpenting, menyingkirkan pemilik sah atas tanah adat secara perlahan namun pasti.
“Kita di sini melawan bukan karena benci perubahan, tapi karena mereka tahu perubahan yang tidak menghargai sejarah dan identitas hanya akan menjadi kelanjutan dari penjajahan,” tegas orator, menyuarakan perlawanan yang berakar pada nilai-nilai mendasar.
Perlawanan ini, lanjutnya, bukanlah sekadar soal tambang dan keuntungan materi, tetapi jauh di atas itu, ini adalah soal keberlangsungan hidup, menjaga harga diri, dan mempertahankan hak atas tanah yang diwariskan nenek moyang, sebuah warisan yang tak ternilai harganya.
Perlawanan ini, sambung orator, bukan untuk mengulang luka sejarah penjajahan yang perih, tetapi untuk secara tegas menghentikan warisan kolonial yang belakangan ini disinyalir terus menjelma dalam berbagai bentuk dan bersembunyi dalam rupa koperasi.
Investasi Berkeadilan yang Diharapkan
Prinsip masyarakat, tegas orator, bukanlah anti-investasi. Mereka tidak alergi terhadap investasi yang masuk ke wilayah mereka, namun investasi yang mereka dambakan adalah investasi yang berkeadilan.
Investasi yang bergerak dengan semangat demokrasi ekonomi, yang menghargai hak-hak lokal dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat secara adil, itulah model investasi yang mereka perlukan di Gunung Botak.
Melalui tuntutan yang disampaikan di depan Polres Buru ini, para pengunjuk rasa juga secara eksplisit ingin menyampaikan perhatian serius dan kritik tajam mereka terhadap praktek pertambangan emas di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, yang dianggap telah menimbulkan banyak persoalan dan ketidakadilan.
Mereka berharap kritik ini didengar dan ditindaklanjuti segera.
Dalam pemaparan argumen mereka, dijelaskan oleh orator, belakangan ini terindikasi kuat bahwa koperasi-koperasi yang beroperasi di sana hanya menjadi kedok belaka bagi kepentingan perusahaan-perusahaan besar sebagaimana telah menjadi rahasia umum di level lokal.
Sayangnya, upaya pemerintah yang konon mendorong pengelolaan tambang secara kooperatif justru di lapangan menyisakan banyak persoalan rumit dan merugikan masyarakat.
Mengapa demikian?