Terungkap! Kebohongan Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi Ternyata Berdampak di Belanda: Ini Kata Ade Armando

Ade Armando

BERITATERBERITA – Ade Armando membagikan sebuah kisah pilu mengenai dampak dari berbagai informasi keliru yang disebarkan oleh Roy Suryo dan pihak-pihak lain terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.

Cerita ini menyoroti seorang ilmuwan Indonesia yang berkarier di Universitas Leiden, Belanda, bernama Dr. Surya Suryadi, yang tanpa sadar menjadi korban dari informasi yang tidak benar tersebut.

Reputasi Dr. Suryadi kini tercoreng akibat mempercayai penjelasan Roy Suryo yang ternyata tidak akurat bahkan terindikasi sebagai kebohongan.

Kisah ini terungkap melalui wawancara Dr. Suryadi dengan Hersu Benu Arif di kanal YouTube Hersu, seorang tokoh yang dikenal memiliki pandangan kritis terhadap Jokowi.

Universitas Leiden sendiri dikenal sebagai institusi pendidikan tinggi yang memiliki fokus kajian mendalam tentang Indonesia, dengan perpustakaan yang sangat kaya akan sumber informasi.

Dr. Suryadi, sebagai seorang alumni Universitas Andalas, melakukan penelusuran data mengenai Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tersedia di Leiden, dengan niat tulus untuk berkontribusi pada masyarakat Indonesia melalui keilmuannya, tanpa berpihak atau menyerang siapapun.

Namun, analisis yang dilakukan Dr. Suryadi justru didasarkan pada informasi yang menyesatkan dan tidak akurat.

Beliau tampaknya tidak menyadari bahwa di Indonesia, figur publik seperti Dr. Roy Suryo dapat menyampaikan informasi yang tidak benar di hadapan publik dan media massa dengan penuh keyakinan.

Informasi inilah yang kemudian dipercayai oleh Dr. Suryadi, sehingga menghasilkan kesimpulan yang keliru dan jauh dari kebenaran yang sebenarnya.

Awal Mula Kekeliruan: Istilah Tesis di Skripsi Jokowi

Ade Armando mencontohkan salah satu informasi yang paling mencolok yang dipercaya Dr. Suryadi, yaitu mengenai penggunaan istilah tesis pada halaman depan skripsi Jokowi.

Informasi ini pertama kali diungkapkan oleh Roy Suryo dalam sebuah acara bincang-bincang, di mana Roy Suryo menganggap aneh penggunaan istilah tesis untuk karya akhir jenjang sarjana (S1), yang seharusnya menggunakan istilah skripsi.

Hal ini dilakukan Roy Suryo untuk menimbulkan keraguan publik terhadap kejujuran Jokowi dan keaslian skripsinya.

Temuan Roy Suryo ini kemudian ditanggapi serius oleh Dr. Suryadi, yang merasa perlu untuk meneliti karya-karya akhir dari Fakultas Kehutanan UGM, tempat Jokowi dulu menempuh pendidikan.

Penelitian Dr. Suryadi tidak hanya terbatas pada tahun-tahun saat Jokowi kuliah (masuk 1980, lulus 1985), tetapi juga karya-karya dari tahun-tahun sebelumnya.

Hasil penelitian Dr. Suryadi menunjukkan bahwa memang tidak pernah ada istilah tesis yang digunakan untuk karya akhir S1 di Fakultas Kehutanan UGM, istilah yang digunakan secara resmi adalah skripsi, sebagaimana tercantum dalam panduan penulisan karya akhir S1 UGM.

Akan tetapi, kebohongan Roy Suryo kemudian terungkap.

Meskipun Roy Suryo menunjukkan halaman depan sebuah karya akhir yang mencantumkan kata tesis, ternyata karya tersebut bukanlah skripsi milik Jokowi.

Fakta ini terungkap berkat pertanyaan dari pengacara Jokowi, Yakub Hasibuan, dalam sebuah program televisi.

Ketika ditanya apakah kata tesis tersebut ada di skripsi Jokowi, Roy Suryo dengan terburu-buru menjawab bahwa kata tesis itu tidak terbaca di skripsi Jokowi, melainkan di karya orang lain.

Ijazah Hilang dan Pembimbing Skripsi yang Dipertanyakan

Selain soal istilah tesis, Dr. Suryadi juga mengomentari informasi mengenai ijazah Jokowi yang dikabarkan hilang.

Menurut Dr. Suryadi, hal ini terasa janggal, dan jika Jokowi masih memilikinya, mengapa tidak diperlihatkan saja.

Namun, lagi-lagi, Dr. Suryadi menerima informasi yang tidak tepat.

Jokowi tidak pernah menyatakan bahwa ijazahnya hilang, informasi tersebut berasal dari seorang kenalannya.

Faktanya, Jokowi telah beberapa kali menunjukkan ijazahnya kepada pihak kepolisian dan juga kepada wartawan, meskipun dengan permintaan untuk tidak difoto.

Lebih lanjut, Dr. Suryadi juga mempertanyakan mengenai pembimbing akademik dan pembimbing skripsi Jokowi.

Beliau menyoroti perbedaan antara keduanya, di mana pembimbing akademik membimbing mahasiswa selama masa kuliah, sedangkan pembimbing skripsi hanya berperan saat pembuatan skripsi.

Pembimbing akademik Jokowi adalah Ir. Kasmijo, sementara pembimbing skripsinya adalah Dr. Sumitro. Dr. Suryadi mempertanyakan mengapa Ir. Kasmijo, yang mengaku masih berposisi sebagai asisten dosen pada tahun 1985, bisa menjadi pembimbing akademik Jokowi.

Penulisan Nama dan Jabatan Dekan Fakultas

Dr. Suryadi juga menyoroti penulisan nama pembimbing skripsi Jokowi, Dr. Sumitro.

Dalam skripsi Jokowi, nama Sumitro ditulis dengan huruf OE (Soe Mitro), sementara dalam buku yang ditulis oleh Dr. Sumitro sendiri, namanya ditulis dengan huruf U (Sumitro).

Ade Armando menjelaskan bahwa pada masa lalu, penulisan OE dan U sering kali tertukar, sehingga perbedaan ini bukanlah sebuah kesalahan yang agak mencolok.

Persoalan lain yang diangkat adalah mengenai Dekan Fakultas Kehutanan yang tercantum dalam skripsi Jokowi, yaitu Prof. Dr. Sunardi Prawiro Hatmojo.

Dr. Suryadi menemukan bahwa dalam buku karya Dr. Sumitro, tertulis bahwa beliau menjadi dekan pada tahun 1985.

Namun, informasi dari buku “Jejak Langkah Fakultas Kehutanan” dan situs resmi UGM menyatakan bahwa pada tahun 1985, dekan Fakultas Kehutanan adalah Sunardi.

Dengan demikian, informasi dalam skripsi Jokowi terbukti benar sesuai dengan catatan resmi universitas.

Jurusan Teknologi Kayu yang Dipermasalahkan

Terakhir, Dr. Suryadi juga mengomentari jurusan yang diambil Jokowi di UGM.

Jokowi berulang kali menyebut bahwa ia kuliah di jurusan Teknologi Kayu di Fakultas Kehutanan.

Berdasarkan penelusuran Dr. Suryadi, tidak pernah ada jurusan bernama Teknologi Kayu di UGM, yang ada adalah Teknologi Kehutanan atau Teknologi Hasil Hutan.

Ade Armando menjelaskan bahwa istilah Teknologi Kayu kemungkinan digunakan secara informal pada masa itu untuk merujuk pada bagian dari Teknologi Hasil Hutan yang fokus pada pengolahan kayu.

Di akhir ceritanya, Dr. Suryadi mengungkapkan kekecewaannya bahwa polemik ijazah Jokowi ini telah menyebabkan komunitas akademik UGM menyimpang dari pemikiran rasional, logis, dan argumentatif yang seharusnya menjadi landasan ilmu pengetahuan.

Namun, Ade Armando menyayangkan bahwa paparan Dr. Suryadi sendiri justru didasarkan pada informasi yang menyesatkan, tidak akurat, dan mungkin mengandung harapan yang berlebihan terhadap keakuratan informasi di dunia akademik Indonesia.

Ade Armando pun memberikan semangat kepada Dr. Suryadi dan mengajak untuk selalu menggunakan akal sehat dalam menerima informasi. (Dirto)

Rekomendasi