
Oknum DPRD dilaporkan sejak 2024, bagaimana perkembangannya?
BERITATERBERITA – Tim penyelidik dari Satreskrim Polres Maluku Barat Daya (MBD) menunjukkan keseriusan dalam menuntaskan kasus dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Kasus yang melibatkan korban berinisial SHM ini menyeret terlapor AL, seorang anggota DPRD Kabupaten Maluku Barat Daya.
Laporan mengenai dugaan TPKS ini sudah diterima pihak kepolisian sejak 2 April 2024.
Polda Maluku Buka Suara Soal Perkembangan Kasus TPKS
Menanggapi pemberitaan media, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol. Areis Aminnulla, memberikan penjelasan terkait perkembangan penyelidikan kasus TPKS tersebut.
Penyelidikan mendalam telah dilakukan berdasarkan laporan pengaduan dari saudari SHM yang masuk pada 2 April 2024.
Selain itu, serangkaian langkah investigasi juga telah diambil, termasuk laporan informasi, gelar perkara, dan surat perintah penyelidikan.
Surat Direktur Reskrimum Polda Maluku bahkan telah dikeluarkan untuk melimpahkan laporan informasi ini ke Polres Maluku Barat Daya pada 14 Mei 2024.
Rentetan Dugaan Tindak Kekerasan Sejak 2021
Kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan ini dilaporkan terjadi berulang kali di beberapa lokasi sejak April 2021.
Sejumlah saksi kunci telah dimintai keterangan untuk mengungkap fakta sebenarnya.
Saksi-saksi tersebut terdiri dari saksi korban, saksi terlapor, dan beberapa saksi lain yang dianggap mengetahui informasi terkait kasus ini.
“Saksi-saksi yang telah diperiksa termasuk saksi korban dan terlapor sendiri,” kata Kombes Areis pada Selasa, 3 Juni 2025.
Dalam kasus dugaan pencabulan, sebanyak lima orang saksi telah diperiksa.
Sementara itu, untuk kasus dugaan persetubuhan, jumlah saksi yang diperiksa mencapai enam orang.
Terlapor sendiri, yang merupakan oknum anggota DPRD, telah menjalani pemeriksaan pada 13 Januari 2025.
Kendala Penyelidikan dan Upaya Pengumpulan Bukti
Permintaan Visum et Repertum Psikiatrikum juga telah diajukan pada 2 Juli 2024.
Hasil visum berupa Surat Keterangan Pemeriksaan Psikologi dari Rumah Sakit Khusus Daerah telah keluar pada 15 Juli 2024.
Kombes Areis mengakui bahwa selama proses penyelidikan berlangsung, tim penyidik menemukan sejumlah kendala yang cukup signifikan.
Salah satu kendala utama adalah minimnya saksi yang mengetahui langsung kejadian dugaan pencabulan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) pertama yang terjadi pada tahun 2021.
“Karena kejadiannya sudah lama, pada tahun 2021, saksi-saksi awalnya tidak mengetahui sama sekali,” ungkap Kombes Areis.
Informasi mengenai kejadian tersebut baru disampaikan korban kepada saksi-saksi setelah laporan dibuat dan akan memberikan keterangan kepada pihak kepolisian.
Selain itu, para saksi yang diperiksa juga tidak melihat secara langsung peristiwa dugaan TPKS tersebut.
Mereka hanya mengetahui informasi berdasarkan cerita yang disampaikan oleh korban.
Kendala lainnya adalah lamanya waktu pelaporan kejadian, di mana peristiwa yang terjadi pada bulan Mei 2021 baru dilaporkan pada 2 April 2024.
“Keterlambatan pelaporan ini menyebabkan tidak bisa dilakukannya visum, karena pada Agustus 2023, korban diketahui telah mengandung anak keempat, dan pada 12 April 2024 korban melahirkan,” jelas Kombes Areis.
Upaya untuk mendapatkan keterangan dari dokter psikologi di RSKD Ambon juga belum berhasil.
“Hasil koordinasi Kanit PPA dengan dr. Ade Linggi di RSKD Ambon sampai saat ini belum bisa mengambil keterangannya karena yang bersangkutan beralasan masih sibuk melayani pasien lain,” kata Kombes Areis.
Langkah Selanjutnya: Pemeriksaan Ahli dan Gelar Perkara
Rencananya, penyelidik akan tetap berupaya melakukan pemeriksaan terhadap dr. Ade Linggi selaku Psikiatrikum RSKD Provinsi Maluku.
Pemeriksaan ini penting untuk mendalami hasil Pemeriksaan Psikologi terhadap korban SHM yang telah dilakukan sebelumnya.
“Jadi rencananya penyelidik juga akan melakukan pemeriksaan terhadap ahli Pidana setelah mendapatkan keterangan ahli Psikiatrikum,” ujar Kombes Areis.
Pemeriksaan ahli Pidana ini bertujuan untuk memperkuat penyelidikan yang dilakukan oleh tim penyidik PPA Satreskrim Polres MBD.
Setelah pemeriksaan kedua ahli tersebut selesai, barulah akan dilaksanakan gelar perkara bersama.
Gelar perkara ini akan melibatkan pihak Polres MBD dan Ditreskrimus Polda Maluku untuk membahas lebih lanjut temuan dan perkembangan kasus.
“Jadi nanti setelah pemeriksaan saksi ahli, baru dilakukan gelar perkara untuk menentukan dapat atau tidak dilakukan Penyidikan lebih lanjut terhadap laporan korban,” terang Kombes Areis.
Polda Bantah Kasus Mandek dan Harapkan Kerjasama Media
Dengan penjelasan tersebut, Kombes Areis menegaskan bahwa proses penyelidikan kasus dugaan TPKS ini masih terus berjalan aktif dan tidak mengalami kemandekan seperti yang diberitakan oleh beberapa media.
“Kami juga sangat mengharapkan kerjasama dari rekan-rekan media agar dalam memberitakan suatu perkara dapat menjunjung tinggi kode etik wartawan, yaitu cover both sides atau berimbang,” pungkasnya. (DHET)