Proyek Infrastruktur Desa Wangunjaya: Material Diduga Tak Standar, Pekerja Tanpa Pelindung, Kemana Larinya Uang Rakyat?

Fakta di lapangan berbicara lain; hasil pengukuran investigasi menunjukkan ketebalan rabat beton pada kedua proyek diduga kuat kurang dari standar 0,12 meter (Foto: Istimewa)

BERITATERBERITA – Proyek pembangunan infrastruktur fisik berupa rabat beton di Desa Wangunjaya, Kecamatan Cigemblong, Kabupaten Lebak, Banten, kini tengah menjadi buah bibir dan sorotan tajam publik.

Muncul dugaan kuat adanya permainan kualitas pengerjaan serta pengawasan yang teramat lemah, memicu kekhawatiran atas potensi kerugian keuangan negara dan dampak negatif bagi masyarakat penerima manfaat.

Temuan investigasi lapangan yang dilakukan pada Selasa, 3 Juni 2025, mengungkap fakta mencengangkan terkait dua paket proyek rabat beton yang berlokasi di desa tersebut.

Kedua proyek yang menelan anggaran ratusan juta rupiah ini disinyalir dikerjakan asal jadi, jauh dari standar teknis yang seharusnya.

Kondisi ini sontak menimbulkan tanda tanya besar di benak warga Desa Wangunjaya, apakah dana yang digelontorkan benar-benar termanfaatkan maksimal atau justru menjadi ajang bancakan oknum tidak bertanggung jawab.

Masyarakat menuntut transparansi dan akuntabilitas penuh atas setiap rupiah uang rakyat yang dipakai.

Spesifikasi Proyek Diduga ‘Disunat’, Kualitas Meragukan

Proyek pertama, berlokasi di Kampung Cikareo hingga Cangkeuteuk, Desa Wangunjaya, memiliki nilai anggaran sebesar Rp300.000.000 (Tiga Ratus Juta Rupiah).

Volume pekerjaan yang tercantum di papan informasi proyek adalah panjang 651,2 meter, lebar 2,50 meter, dan ketebalan 0,12 meter, memakai waktu pelaksanaan 90 hari kerja.

Sementara itu, proyek rabat beton kedua berlokasi di Kampung Cikareo, Desa Wangunjaya, dianggarkan sebesar Rp72.928.510 (Tujuh Puluh Dua Juta Sembilan Ratus Dua Puluh Delapan Ribu Lima Ratus Sepuluh Rupiah).

Volume yang tertera adalah panjang 144 meter, lebar 1,5 meter, serta ketebalan 0,12 meter.

Namun, fakta di lapangan berbicara lain; hasil pengukuran investigasi menunjukkan ketebalan rabat beton pada kedua proyek diduga kuat kurang dari standar 0,12 meter.

Bahkan, untuk proyek di Kampung Cikareo, lebar jalan beton juga ditemukan kurang dari 1,5 meter, sebuah penyimpangan nyata dari spesifikasi kontrak.

Kondisi ini memicu pertanyaan serius mengenai kualitas material yang dipakai, apakah benar-benar sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau justru memakai material berkualitas rendah demi meraup keuntungan pribadi.

Kekhawatiran akan daya tahan infrastruktur yang dibangun pun semakin menguat di kalangan warga setempat.

Lebih jauh, metode pengerjaan proyek ini juga sangat memprihatinkan dan jauh dari kaidah teknis pekerjaan konstruksi yang benar.

Para pekerja terlihat melakukan pengadukan material beton secara manual tanpa bantuan mesin molen, sebuah praktik yang sangat berisiko terhadap homogenitas dan kekuatan campuran beton.

Cara pengerjaan yang serampangan ini diibaratkan warga seperti membangun gubuk sederhana, bukan infrastruktur jalan desa yang seharusnya kokoh, awet, dan mampu menopang aktivitas ekonomi masyarakat.

Situasi ini mencerminkan adanya pengabaian terhadap standar mutu yang telah ditetapkan.

Pengawasan Lemah, Keselamatan Kerja Terabaikan, Pejabat Bungkam

Ironisnya, lemahnya pengawasan dari tim pengawas kecamatan maupun pendamping desa menjadi faktor krusial yang memperparah kondisi ini.

Ketiadaan pengawasan ketat seolah memberi ruang bagi praktik-praktik pengerjaan yang tidak sesuai prosedur dan berpotensi merugikan.

Para pekerja di lokasi proyek pun terpantau memakai peralatan seadanya, seperti cangkul yang dipakai untuk mengaduk campuran material semen, pasir, dan split.

Mirisnya lagi, tidak terlihat adanya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai bagi para pekerja, mengabaikan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Upaya konfirmasi dan klarifikasi menemui jalan buntu; saat tim investigasi menyambangi lokasi, Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dan anggota lainnya tidak berada di tempat.

Dihubungi melalui sambungan telepon maupun pesan WhatsApp, baik Ketua TPK maupun Kepala Desa Wangunjaya tidak memberikan respons apapun, menambah daftar panjang kecurigaan publik.

Sikap tidak kooperatif para pihak terkait ini jelas bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Masyarakat berhak tahu bagaimana uang mereka dikelola dan dipertanggungjawabkan.

Potensi Pelanggaran Hukum dan Desakan Audit Menyeluruh

Temuan-temuan janggal ini mengindikasikan adanya potensi pelanggaran hukum yang serius, mulai dari dugaan pengurangan volume pekerjaan hingga pemakaian material yang tidak sesuai spesifikasi.

Jika terbukti, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh terhadap keseluruhan proses pengerjaan proyek mutlak diperlukan, diikuti audit investigatif oleh pihak berwenang.

Penegak hukum diharapkan segera turun tangan menelusuri dugaan penyimpangan ini demi menyelamatkan keuangan negara dan memastikan keadilan bagi masyarakat Desa Wangunjaya yang mendambakan infrastruktur berkualitas. (IH)

Rekomendasi