Pengakuan Tentara Israel: Kami Diperintah Tembak Warga Sipil di Gaza yang Antre Bantuan

Ilustrasi warga Palestina mengantre untuk mendapatkan bantuan di tengah kondisi konflik di Gaza (Foto: AL-Monitor)

Darah kembali tumpah di tengah antrean bantuan

BERITATERBERITA – Sebuah kabar mengejutkan datang dari Gaza, di mana sejumlah tentara Israel dilaporkan memberikan pengakuan yang sangat memberatkan.

Mereka mengklaim bahwa mereka menerima perintah untuk menembaki warga sipil Palestina yang sedang berada di lokasi distribusi bantuan.

Tindakan ini diduga dilakukan dengan tujuan untuk membubarkan kerumunan dan mengosongkan area tersebut, bahkan dengan penggunaan kekuatan mematikan yang dinilai tidak perlu terhadap orang-orang yang tampak tidak menimbulkan ancaman.

Tragisnya, laporan dari rumah sakit dan para pejabat setempat menyebutkan bahwa ratusan warga Palestina telah kehilangan nyawa selama bulan terakhir di sekitar area tempat bantuan makanan didistribusikan.

Insiden ini semakin menambah duka mendalam bagi penduduk Gaza yang telah lama menderita akibat konflik berkepanjangan.

Para tentara Israel yang identitasnya dirahasiakan itu menyampaikan informasi tersebut kepada surat kabar Israel, Haaretz.

Mereka mengungkapkan bahwa para komandan militer telah menginstruksikan pasukan untuk menembaki kerumunan warga Palestina.

Tujuan dari perintah ini adalah untuk membubarkan mereka dan membersihkan area distribusi bantuan.

Investigasi Dugaan Kejahatan Perang Diluncurkan

Menyusul laporan yang sangat mengkhawatirkan ini, Advokat Jenderal Militer Israel mengambil tindakan cepat.

Beliau mengumumkan bahwa pihaknya telah memerintahkan penyelidikan mendalam atas kemungkinan terjadinya kejahatan perang terkait dengan tuduhan tersebut.

Kabar ini dilaporkan oleh Haaretz, sebagaimana dilansir dari Reuters dan Al Arabiya pada Sabtu, 28 Juni 2025. Langkah ini menunjukkan adanya respons serius terhadap klaim yang dilayangkan.

Sementara itu, pihak militer Israel memberikan tanggapan kepada Reuters. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak pernah memerintahkan tentara untuk secara sengaja menembaki warga sipil.

Militer Israel menambahkan bahwa mereka memiliki keinginan untuk meningkatkan “respons operasional” di area penyaluran bantuan.

Sebagai upaya konkret, mereka baru-baru ini memasang pagar dan rambu-rambu baru, serta membuka rute tambahan untuk mencapai zona pembagian bantuan.

Haaretz mengutip sumber anonim yang menyatakan bahwa sebuah unit militer khusus telah dibentuk untuk meninjau berbagai insiden yang mungkin melibatkan pelanggaran hukum internasional.

Unit ini ditugaskan untuk memeriksa secara seksama tindakan para tentara di dekat lokasi bantuan selama bulan terakhir.

Penyelidikan ini diharapkan dapat mengungkap fakta sebenarnya di balik tuduhan tersebut.

Pihak militer Israel juga menyampaikan kepada Reuters bahwa beberapa insiden yang terjadi sedang dalam proses peninjauan oleh otoritas terkait.

Mereka menambahkan bahwa “Setiap tuduhan penyimpangan dari hukum atau arahan [militer Israel] akan diperiksa secara menyeluruh, dan tindakan lebih lanjut akan diambil sebagaimana diperlukan.”

Pernyataan ini menunjukkan adanya komitmen untuk menindaklanjuti setiap indikasi pelanggaran.

Sebelumnya, kondisi di sekitar pusat distribusi bantuan memang sangat memprihatinkan. Ribuan orang berkumpul dengan harapan mendapatkan kiriman bantuan makanan yang sangat mereka butuhkan.

Namun, hampir setiap hari dilaporkan adanya penembakan dan pembunuhan di rute-rute menuju pusat distribusi bantuan tersebut.

Yang terbaru, para petugas medis mengatakan bahwa enam orang tewas akibat tembakan pada hari Jumat, 27 Juni 2025, waktu setempat saat mereka berusaha mendapatkan makanan di Jalur Gaza bagian selatan.

Secara keseluruhan, data dari otoritas kesehatan Gaza menunjukkan angka yang sangat mengkhawatirkan.

Lebih dari 500 orang dilaporkan tewas di dekat pusat bantuan yang dioperasikan oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung oleh Amerika Serikat, atau di area-area tempat truk-truk pembawa makanan dari PBB akan melintas sejak akhir Mei lalu.

Jumlah korban yang begitu besar ini menjadi perhatian serius bagi komunitas internasional dan semakin memperburuk situasi kemanusiaan di wilayah tersebut. (DIRTO)

Rekomendasi