
Banyak sarjana menafsirkan cerita ini secara alegoris.
Ular bisa dilihat sebagai simbol godaan.
Pohon pengetahuan sebagai lambang tanggung jawab moral.
Meskipun zaman telah berubah, kisah Adam dan Hawa tetap dianggap kaya makna.
Kisah ini berbicara tentang ketidaktahuan manusia yang berubah menjadi kesadaran.
Juga tentang kebutuhan moral akan aturan dalam kehidupan.
Dalam tradisi Yahudi, kisah Adam dan Hawa juga terdapat dalam Kitab Kejadian (Bereshit).
Inti narasinya sama dengan versi Kristen.
Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam untuk menjadi pasangannya.
Keduanya tinggal di Taman Eden dengan perintah yang sama tentang pohon terlarang.
Namun, sangat penting untuk dicatat bahwa Yudaisme klasik tidak mengenal konsep Dosa Asal seperti dalam doktrin Kristen.
Tradisi Yahudi menekankan bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas dosanya sendiri.
Bukan atas kesalahan leluhur.
Dengan kata lain, kisah Adam dan Hawa dipahami sebagai momen pilihan moral.
Bukan warisan dosa bagi anak cucu mereka.
Dalam sastra Rabinik, seperti Midrash dan Talmud, muncul legenda tambahan tentang Lilith.
Legenda ini tidak ditemukan dalam teks Alkitab.
Lilith digambarkan sebagai istri pertama Adam.
Ia dibuat dari tanah liat yang sama seperti Adam.
Lilith menolak untuk tunduk kepada Adam.
Ia merasa setara dengannya karena diciptakan dengan cara yang sama.
Lilith meninggalkan Adam dan tidak mau kembali ke Taman Eden.
Setelah Lilith pergi, barulah Hawa diciptakan sebagai pendamping Adam.
Penting untuk dicatat bahwa kisah Lilith ini tidak disebut dalam teks kitab suci asli Tanakh.
Namanya baru muncul dalam literatur rabinik dan mitologi Yahudi pasca-biblikal.
Bahkan beberapa cendekiawan Yahudi ternama seperti Maimonides (Rambam) menolak eksistensi Lilith.
Mereka menganggapnya sebagai mitos belaka.
Dengan demikian, dalam praktik keagamaan Yahudi, versi kanonik hanya mengenal Hawa sebagai istri pertama dan ibu manusia.
Cerita Hawa lebih banyak digunakan untuk memberi pelajaran moral.
Misalnya, tentang tanggung jawab individu dan kemitraan suami istri.
Sebagai contoh, ayat seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya (Kejadian pasal 2 ayat 24) dibacakan dalam upacara pernikahan Yahudi.
Tujuannya adalah untuk menegaskan pentingnya keluarga baru.
Ayat ini tidak menyoroti dosa.
Sebagai kesimpulan, versi Yahudi Alkitab hanya mengenal Hawa dan menekankan kerja sama pasangan.
Sementara Lilith hanyalah bagian dari folklore yang tidak dijadikan dasar doktrin.
Dalam tradisi Islam, Hawa (bahasa Arab: حواء) diakui sebagai pasangan Adam.
Ia juga dikenal sebagai Ummul Basyar (أُمّ ٱلْبَشَر), yang berarti ibu umat manusia.
Namun, namanya tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an, ia hanya disebut sebagai istri Adam.
Para ulama menyatakan bahwa istri tersebut adalah Hawa.
Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari satu jiwa yang sama.
Misalnya, Surah An-Nisa’ (4:1) menyebutkan, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu.”
Hal ini menandakan bahwa Adam dan Hawa lahir dari hakikat yang setara, sebagai satu kesatuan.
Kisah dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa Adam dan Hawa hidup di surga.
Keduanya sama-sama tergoda oleh godaan iblis (Syaithan).
Iblis ditampilkan sebagai makhluk yang sombong dan ingkar.
Bukan sebagai sosok ular.
Godaan iblis adalah untuk memakan buah dari pohon terlarang.
Ketika keduanya memakan buah itu, Al-Qur’an menggambarkan bahwa mereka segera menyadari kesalahan mereka.
Mereka kemudian segera memohon ampun kepada Allah SWT.
Allah SWT Maha Pengampun.
Karena itu, Allah memaafkan Adam dan Hawa.
Allah tidak mewariskan dosa kepada anak keturunan mereka.
Dengan kata lain, dalam Islam tidak ada konsep Dosa Asal.
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci, tanpa dosa bawaan).
Setiap individu hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.