Kerugian Negara Capai Miliaran: Modus Korupsi Pengadaan Obat Terkuak!

Kapolres Bursel AKBP. Andi Paringotan Lorena, S.I.K., M.H., menegaskan bahwa motif di balik kejahatan ini adalah penyalahgunaan kewenangan, guna menguntungkan diri sendiri maupun pihak lain, yang secara langsung mengakibatkan kerugian finansial bagi negara (Foto: Humas Polda Maluku)

Penyidik Polres Buru Selatan mengungkap praktik korupsi pengadaan obat yang merugikan negara miliaran rupiah

BERITATERBERITA – Penyidik Satuan Reskrim Polres Buru Selatan (Bursel) menorehkan prestasi penting pada Kamis, 12 Juni 2025, dalam memberantas praktik korupsi yang merugikan rakyat.

Tiga individu telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan obat untuk Puskesmas pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bursel Tahun 2022.

Kasus ini sontak menyita perhatian publik, mengingat nilai kerugian negara yang fantastis dan dampak langsungnya pada pelayanan kesehatan masyarakat.

Dana Alokasi Khusus Jadi Sasaran Empuk

Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 4.578.582.137,00 yang sedianya ditujukan untuk penyediaan obat pada tahun 2022, kini menjadi sorotan utama.

Berdasarkan audit rinci oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), terungkap adanya kerugian keuangan negara mencapai Rp 1.594.422.460,15.

Angka ini jelas memperlihatkan betapa seriusnya pelanggaran hukum yang terjadi, terutama dalam sektor vital seperti kesehatan publik.

Para Pelaku Utama Terjerat Hukum

Ketiga tersangka yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah HP (42), yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kemudian I (35) selaku Pelaksana Pekerjaan, serta RKP (42) yang berperan sebagai Direktur PT. Maju Makmur Putra, penyedia barang.

Kapolres Bursel AKBP. Andi Paringotan Lorena, S.I.K., M.H., menegaskan bahwa motif di balik kejahatan ini adalah penyalahgunaan kewenangan, guna menguntungkan diri sendiri maupun pihak lain, yang secara langsung mengakibatkan kerugian finansial bagi negara.

Kejahatan ini tidak hanya menggerogoti anggaran, tetapi juga mengkhianati kepercayaan masyarakat yang membutuhkan akses obat-obatan.

Modus Operandi yang Terencana Rapi

Dalam menjalankan aksinya, para tersangka menggunakan berbagai modus operandi yang terencana. Mereka menetapkan metode pemilihan penyedia melalui Penunjukan Langsung (PL), sebuah prosedur yang rentan manipulasi.

Tidak berhenti di situ, mereka juga menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan data yang tidak valid, yang mengarah pada praktik mark-up harga barang.

Pemilihan penyedia barang pun dilakukan secara sepihak, tanpa melibatkan pejabat pengadaan resmi, serta meminta pembayaran barang sebelum barang tersebut benar-benar diterima.

Jejak Pelanggaran dari Awal Hingga Akhir

Puncak kejahatan terjadi saat pembayaran dilakukan atas beban APBN, padahal barang atau jasa yang diminta belum sepenuhnya diterima.

Bahkan, pekerjaan tersebut diselesaikan dengan kualitas yang buruk, ditandai oleh kekurangan volume barang yang dikirimkan. Skandal ini bermula pada awal Mei 2022, saat Kepala Dinas Kesehatan, Wa Jeni, menunjuk HP sebagai PPK untuk pekerjaan tersebut.

HP lantas merencanakan proses pengadaan obat lewat mekanisme Penunjukan Langsung yang tidak sesuai peraturan, kemudian memanipulasi HPS.

Perjanjian Kontrak Bermasalah dan Pengiriman Tidak Sesuai

HP melakukan perikatan dengan RKP selaku penyedia barang melalui Surat Perjanjian Nomor: 01/KONTRAK/PL.OBAT/PPK/DINKES.PP&KB-BS/VI/2022, tertanggal 03 Juni 2022, dengan nilai kontrak Rp 4.576.380.300. Tersangka I, yang sejak awal bekerja sama dengan HP, melaksanakan pekerjaan selama 90 hari kalender, dari 3 Juni hingga 3 September 2022.

Ironisnya, barang baru dikirimkan pada Agustus, September, Desember 2022, serta Januari dan Maret 2023.

Namun pada 25 Agustus 2022, Berita Acara Pemeriksaan Barang dan Serah Terima Barang menyatakan bahwa pengadaan telah lengkap, padahal faktanya tidak demikian.

Invoice Palsu dan Dampak pada Keuangan Negara

Kapolres menjelaskan, investigasi mendalam terhadap faktur pembelian barang mengungkap banyak item obat dan volume barang yang tidak dibelanjakan oleh tersangka I.

Harga barang yang dibelanjakan pun tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang berlaku.

Parahnya, invoice pembelian obat dibuat palsu oleh PT. Maju Makmur Putra, disesuaikan dengan nilai kontrak.

Audit BPK RI pun menguatkan temuan tersebut dengan kerugian negara sebesar Rp1.594.422.460,15, sebuah jumlah yang sangat berarti bagi pembangunan daerah.

Ancaman Hukuman Berat Menanti Para Koruptor

Ketiga tersangka kini harus menghadapi konsekuensi hukum serius.

Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 1 tahun hingga paling lama 20 tahun, serta denda mulai dari Rp50 juta hingga Rp1 miliar, menanti mereka.

Ini adalah pesan tegas bahwa kejahatan korupsi, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti kesehatan, tidak akan ditoleransi.

Berkas Perkara Hampir Rampung untuk Pelimpahan

Saat ini, ketiga tersangka telah ditangkap dan ditahan di rumah tahanan Polres Buru Selatan.

Tim penyidik tengah merampungkan berkas perkara agar dapat segera dilimpahkan kepada pihak Kejaksaan.

Selain itu, pengembangan penyidikan terus berjalan untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain yang mungkin ikut menikmati hasil kejahatan ini.

Kejaksaan diharapkan dapat segera memproses hukum kasus ini guna memberikan keadilan bagi masyarakat dan mengembalikan kerugian negara. (DHET)

Rekomendasi