
Beliau mengingatkan bahwa semua telah merasakan betapa beratnya lapar dan dahaga.
Begitulah Sayyidina Ali, beliau tidak pernah mengucapkan sesuatu sebelum beliau sendiri melakukannya dan memberikan teladan.
Setelah salat Id selesai dan hari masih sangat pagi, sahabat beliau, Ibnu Rofi’i dan Abul Aswad ad-Duali, datang berkunjung ke rumah keluarga Rasulullah tersebut.
Saat pintu terbuka, alangkah terkejutnya mereka.
Mereka berdua tiba-tiba mencium aroma tidak sedap dari sebuah nampan yang berisi gandum dan roti kering yang sudah agak basi, yang sedang disantap oleh Ali bin Abi Thalib dan keluarganya.
Seketika itu, Ibnu Rofi’i dan Abul Aswad ad-Duali mengucapkan istighfar.
Keduanya berpelukan sambil menangis karena merasa tak kuat melihat pemandangan di hadapan mereka.
Belum sempat mengucapkan salam kepada pemilik rumah, mereka langsung memutuskan untuk pulang.
Idul Fitri yang seharusnya penuh sukacita, pagi itu mereka rasakan dengan kesedihan.
Abul Aswad ad-Duali terus bertakbir di sepanjang jalan, dengan gejolak dalam dadanya yang sangat kuat.
Setengah berlari, ia bergegas menghadap kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Setibanya di depan Nabi, ia pun mengadu, menceritakan semua yang ia lihat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Tanpa berpikir lama, Rasulullah pun langsung menuju rumah putrinya.
Setibanya sampai di halaman rumah, tidak ada apa pun yang dikhawatirkan oleh ad-Duali.
Justru tawa bahagia mengisi percakapan antara Sayyidina Ali, Sayyidatuna Fatimah, dan kedua anaknya.
Bahkan, yang agak sedikit aneh, Abul Aswad ad-Duali langsung menyaksikan ternyata keluarga itu masih menyimpan sedikit kurma yang layak dikonsumsi untuk menyambut tamu yang datang.
Mata Rasulullah pun berkaca-kaca, butiran air mata bening menghiasi wajah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
Beliau begitu terharu sebab beliau sendiri melihat bekas-bekas makanan basi yang sudah disantap dan baunya masih tersisa.
“Ya Allah, Allahumma syahad, Ya Allah saksikanlah, saksikanlah,” demikian bibir Rasulullah berbisik lembut ketika itu.
Fatimah Az-Zahra Menyambut Sang Ayah dengan Kekhawatiran