Timbangan Neraka PTPN IV Kertajaya Telan Miliaran Rupiah Petani Sawit: Siapa Dalang di Baliknya?

Pertemuan penting ini diadakan di kantor Distrik PTPN IV, yang terletak di Desa Leuwiipuh, Kecamatan Banjarsari, pada hari Jumat, tanggal 28 Maret tahun 2025 (Foto: Iwan H)

Setelah dilakukan pengecekan ulang sebanyak tiga kali dengan membandingkan dua timbangan yang berbeda, ditemukan adanya selisih sebesar kurang lebih empat persen antara timbangan penjualan milik pabrik dengan timbangan pembelian milik petani.

Poin kedua dalam surat pernyataan tersebut secara jelas menyatakan bahwa para petani sawit merasa sangat dirugikan akibat adanya perbedaan selisih timbangan pembelian dan penjualan sebesar kurang lebih empat persen tersebut.

Berdasarkan hal ini, pihak pertama (petani sawit yang diwakili APKASINDO) dan pihak kedua (PTPN IV Regional I) sepakat dengan rincian tuntutan dan kesanggupan sebagai berikut: Pihak pertama mengajukan permintaan ganti rugi atas selisih kurang lebih empat persen yang telah merugikan petani sawit selama periode waktu yang diperkirakan terjadi sejak bulan Oktober tahun 2024 hingga bulan Maret tahun 2025.

Selanjutnya, pada poin berikutnya, pihak kedua menyatakan kesiapannya untuk melaporkan tuntutan ganti rugi dari pihak pertama tersebut kepada manajemen pusat perusahaan.

Hal ini menunjukkan adanya itikad baik dari pihak pabrik untuk menindaklanjuti keluhan para petani.

Selain itu, dalam surat pernyataan juga disebutkan bahwa pihak pertama dan pihak kedua telah bersama-sama melakukan uji coba timbangan dan disaksikan oleh kedua belah pihak serta pihak-pihak terkait lainnya.

Hasil uji coba tersebut membenarkan adanya kesalahan teknis (machine error) pada timbangan yang digunakan di PKS Kertajaya.

Fakta ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik manipulasi yang merugikan petani.

Sebagai bentuk pengamanan dan untuk memastikan tuntutan petani dipenuhi, dalam surat pernyataan juga disepakati bahwa timbangan yang ada di PKS Kertajaya tidak diperbolehkan untuk dilakukan tera ulang sebelum tuntutan ganti rugi dari pihak pertama dipenuhi dan dibayarkan sepenuhnya.

Hal ini menjadi jaminan bagi para petani bahwa pihak perusahaan tidak akan menghilangkan barang bukti atau melakukan tindakan lain yang dapat mempersulit proses penyelesaian masalah.

Terakhir, dalam surat pernyataan juga dicatat bahwa selisih tonase yang terjadi telah disaksikan secara langsung oleh pihak pertama, pihak kedua, perwakilan petani lainnya, serta awak media yang hadir dan tercantum dalam daftar hadir yang terlampir.

Surat pernyataan bersama ini kemudian dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak sebagai bukti kesepakatan awal untuk menyelesaikan permasalahan dugaan manipulasi timbangan di PKS Kertajaya.

Langkah selanjutnya yang diharapkan oleh para petani adalah adanya tindakan nyata dari manajemen pusat PTPN IV Regional I untuk segera melakukan investigasi mendalam dan memberikan ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang telah mereka alami.

Kasus ini menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kepentingan di industri kelapa sawit, mengingat pentingnya menjaga kepercayaan dan keadilan dalam hubungan antara petani sebagai pemasok bahan baku dengan perusahaan sebagai pengolahnya.

Manipulasi timbangan, jika terbukti benar, tidak hanya merugikan petani secara finansial, tetapi juga dapat merusak citra industri kelapa sawit Indonesia secara keseluruhan.

Data terbaru menunjukkan bahwa praktik manipulasi timbangan di industri perkebunan, khususnya kelapa sawit, masih menjadi isu yang meresahkan.

Meskipun telah ada regulasi yang mengatur tentang standar timbangan dan pengawasan, namun implementasinya di lapangan masih perlu diperkuat.

Kerugian yang dialami petani akibat praktik curang ini dapat menghambat upaya peningkatan kesejahteraan petani dan pembangunan ekonomi di daerah-daerah sentra perkebunan.

Pemerintah dan pihak terkait perlu mengambil tindakan tegas untuk memberantas praktik-praktik ilegal semacam ini dan memberikan perlindungan yang lebih baik kepada para petani.

Penjelasan terbaru mengenai standar timbangan yang berlaku di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

Dalam undang-undang ini, diatur mengenai kewajiban untuk melakukan tera ulang timbangan secara berkala oleh pihak yang berwenang untuk memastikan akurasi dan keandalannya.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Iwan H)

Halaman: 1 2 3Show All
Rekomendasi