
Hawa, satu tokoh, banyak versi
BERITATERBERITA – Kisah tentang manusia pertama, Adam, dan pasangannya, Hawa, merupakan narasi fundamental dalam agama-agama Abrahamik.
Ketiga agama monoteistik besar ini Yahudi, Kristen, dan Islam memiliki kisah serupa tentang asal-usul manusia.
Walaupun detailnya berbeda, inti ceritanya berkisar pada pasangan pertama yang hidup di surga dan kemudian terusir akibat memakan buah terlarang.
Dalam Islam, Hawa dikenal dengan nama yang sama, sementara dalam tradisi Kristen dan Yahudi disebut Eve.
Namun, benarkah peran dan cerita Hawa selalu sama di setiap agama tersebut?
Pada kenyataannya, terdapat perbedaan signifikan dalam rincian kisah Hawa di ketiga tradisi tersebut.
Misalnya, tradisi mana yang pertama kali menceritakan tentang Lilith?
Bagaimana konsep dosa dipahami dalam setiap kisah Adam dan Hawa?
Kisah ini sangat populer dan seringkali menjadi subjek seni serta diskusi budaya.
Setiap agama memiliki sudut pandang dan interpretasi yang unik terhadap narasi ini.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tiga versi berbeda tentang Hawa dalam tradisi Kristen, Yahudi, dan Islam.
Setiap versi akan dijelaskan secara naratif, diikuti dengan perbandingan perbedaannya.
Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat melihat bagaimana kisah Hawa telah menginspirasi pandangan yang beragam tentang peran perempuan dalam budaya dan agama.
Mari kita mulai dengan melihat versi Kristen.
Dalam tradisi Kristen, kisah Adam dan Hawa terdapat dalam Kitab Kejadian di Perjanjian Lama.
Menurut narasi Alkitab, Allah pertama-tama menciptakan Adam dari debu tanah.
Kemudian, Allah membentuk seorang wanita dari salah satu tulang rusuk Adam.
Tujuannya adalah untuk menjadi penolong dan teman hidupnya.
Hawa seringkali disebut sebagai ibu dari semua yang hidup.
Hal ini karena dari pasangan inilah manusia dipercaya berkembang biak.
Awalnya, Adam dan Hawa hidup tanpa dosa di Taman Eden.
Mereka tidak merasa malu akan keadaan telanjang mereka.
Allah memberikan satu perintah utama kepada mereka.
Perintahnya adalah jangan memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Namun, seekor ular, yang sering diidentikkan dengan Iblis, membujuk Hawa untuk melanggar perintah tersebut.
Ular itu meyakinkan Hawa bahwa memakan buah itu akan membuatnya setara dengan Allah.
Hawa tergoda dan akhirnya memakan buah terlarang itu.
Kemudian, Hawa juga memberikan buah tersebut kepada Adam.
Akibatnya, mata mereka terbuka.
Mereka mulai memahami perbedaan antara yang baik dan yang jahat.
Mereka pun mulai merasa malu karena ketelanjangan mereka.
Mereka lantas menutupi diri dengan daun-daun ara.
Allah kemudian mengusir Adam dan Hawa dari surga.
Pengusiran ini adalah hukuman atas ketidaktaatan mereka.
Dalam narasi ini, Allah mengutuk ular atas perbuatannya.
Allah juga memberikan konsekuensi kepada Hawa dan Adam.
Hawa akan merasakan sakit yang hebat saat melahirkan.
Adam harus bekerja keras membajak tanah untuk mencari nafkah.
Peristiwa ketidaktaatan Adam dan Hawa ini dikenal dalam ajaran Kristen sebagai Dosa Asal.
Doktrin ini menyatakan bahwa karena perbuatan pertama ini, semua keturunan Adam dan Hawa lahir dalam keadaan berdosa.
Jadi, dalam teologi Kristen, ketidaktaatan Adam dan Hawa membawa kecacatan moral.
Kecacatan ini diwariskan kepada seluruh umat manusia.
Dasar biblis untuk doktrin ini ditemukan dalam Kejadian pasal 3.
Selain itu, juga dalam bagian lain seperti Mazmur pasal 51 ayat 5 dan surat-surat Rasul Paulus, misalnya Roma pasal 5 ayat 12.
Doktrin Dosa Asal sendiri diformulasikan oleh teolog awal seperti Santo Augustinus pada abad keempat.
Sebagai akibatnya, ajaran Kristen menekankan perlunya penebusan melalui Kristus.
Penebusan ini bertujuan agar dosa umat manusia dapat dihapus.
Bahkan dalam tradisi Katolik, Hawa sering dibandingkan dengan Maria.
Maria disebut sebagai Hawa baru.
Ia menebus kesalahan Hawa melalui kelahiran Yesus yang tanpa dosa.
Di luar konteks ibadah, kisah ini juga memberikan banyak bahan renungan.
Ketika Adam ditanya mengapa ia memakan buah terlarang, ia menjawab, “Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi buah itu kepadaku, maka kumakan.”
Dan ketika Hawa ditanya, ia menjawab, “Ular membujuk aku, maka kumakan.”
Kita melihat contoh bagaimana manusia terkadang mencari kambing hitam atas kesalahan mereka.